Jumat, 16 September 2011

pembuahan invitro

BAB I

PENDAHULUAN


Salah satu Ilmu Pengetahuan Dan tehnologi(IPTEK) yang brgkembang pesat sekarang ini adalah tehnologi reproduksi,Dasar ilmu reproduksi yang dikembangkan adalah teknik fertilisasi invitro/bayi tabung dan Kloning.
Teknologi bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil terapan sains modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi, namun juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama, beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan fatal. Oleh karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan pemandu etika dalam penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang  berlaku di masyarakat.
          Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro yang memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis. Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari  ditemukannya teknik pengawetan sperma.
Baik  pada  fertilisasi , maupun kloning emrio  yang dihasilkan  “dititipkan” kembali kedalam rahim seorang wanita,baik yang ada hubungan darah maupun tidak.  Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. . Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia.
Sebagian kelompok agama juga menolak fertilisasi invetro pada manusia karena mereka menyakini bahwa kegiatan tersebut sama artinya mempermainkan Tuhan yang merupakan sang pencipta.
Pada bab ini akan dibahas bagaimana mengenai fertilisasi invetro dan kloning.sehinga pembaca dapat mengetahuinya bagaimana sistim reproduksi pada zaman sekarang ini.

1.     Pengertian Invitro/ Bayi Tabung

Sering kali kita mendengar ‘ikut bayi tabung aja…’ atau ’anaknya dia dari hasil bayi tabung’. Apa sih sebenarnya definisi atau pengertian bayi tabung itu? Apakah ini adalah cara untuk mendapatkan anak?
Kalau dilihat dari kata ‘bayi’ & ‘tabung’, mungkin bayi tabung berarti bayi dari hasil pembuahan di tabung. Ada juga yang bilang bayi tabung adalah bayi dari hasil tabungan memang benar juga sih soalnya proses bayi tabung itu tidak murah alias menguras kantong.
Tetapi bayi tabung itu sebenarnya adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita, dalam istilah kerennya in vitro vertilization (IVF). In vitro adalah bahasa latin yang berarti dalam gelas/tabung gelas (nah nyambung juga kan dengan kata tabung). Dan vertilization adalah bahasa Inggrisnya pembuahan.
Dalam proses bayi tabung atau IVF, sel telur yang sudah matang (seperti masak telur saja ya) diambil dari indung telur lalu dibuahi dengan sperma di dalam sebuah medium cairan. Setelah berhasil, embrio kecil yang terjadi dimasukkan ke dalam rahim dengan harapan dapat berkembang menjadi bayi.
Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur wanita dengan alat yang disebut  "laparoscop" ( temuan dr. Patrick C. Steptoe dari Inggris ). Sel telur itu kemudian diletakkan dalam suatu mangkuk kecil dari kaca dan dipertemukan dengan sperma dari suami wanita tadi. Setelah terjadi pembuahan di dalam mangkuk kaca itu tersebut, kemudian hasil pembuahan itu dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa kehamilan dan melahirkan anak seperti biasa.
Bayi tabung pertama lahir ke dunia ialah Louise Brown. Ia lahir di Manchester, Inggris, 25 Juli 1978 atas pertolongan Dr. Robert G. Edwards dan Patrick C. Steptoe. Sejak itu, klinik untuk bayi tabung berkembang pesat. Teknik bayi tabung ini telah menjadi metode yang membantu pasangan subur yang tidak mempunyai anak akibat kelainan pada organ reproduksi anak pada wanita.
Pembuahan Dipisahkan dari Hubungan Suami-Isteri. Teknik bayi tabung memisahkan persetubuhan suami-istri dari pembuahan bakal anak. Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat dilakukan tanpa persetubuhan. Keterarahan perkawinan kepada kelahiran baru sebagaimana diajarkan oleh Gereja tidak berlaku lagi. Dengan demikian teknik kedokteran telah mengatur dan menguasai hukum alam yang terdapat dalam tubuh manusia pria dan wanita. Dengan pemisahan antara persetubuhan dan pembuahan ini, maka bisa muncul banyak Kemungkinan lain yang menjadi akibat dari kemajuan ilmu kedokteran di bidang pro-kreasi manusi.
Wanita Sewaan untuk Mengandung Anak.  Ada kemungkinan bahwa benih dari suami-istri tidak bisa dipindahkan ke dalam rahim sang istri, oleh karena ada gangguan kesehatan atau alas alasan- alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan seorang wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa biasanya meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami-istri bisa memilih wanita sewaan yang masih muda, sehat dan punya kebiasaan hidup yang sehat dan baik. praktik seperti ini biasanya belum ada ketentuan hukumnya, sehingga kalau muncul kasus bahwa wanita sewaan ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang pembayaran, maka pastilah sulit dipecahkan.
Sel Telur atau Sperma dari Seorang Donor. Masalah ini dihadapi kalau salah satu dari suami atau istri mandul; dalam arti bahwa sel telur istri atau sperma suami tidak mengandung benih untuk pembuahan. Itu berarti bahwa benih yang mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui seorang donor. Masalah ini akan menjadi lebih sulit karena sudah masuk unsur baru, yaitu benih dari orang lain. Pertama, apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel sperma dari orang lain sebagai pendonor itu perlu diketahui atau disembunyikan identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada bahaya untuk mencari hubungan pribadi dengan orang itu. Ketiga, apakah pria pendonor itu perlu tahu kepada siapa benihnya telah didonorkan. Masih banyak masalah lain lagi yang bisa muncul.
Munculnya Bank Sperma Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank-bank sperma. Pasangan yang mandul bisa mencari benih yang subur dari bank bank tersebut. Bahkan orang bisa menjual-belikan benih-benih itu dengan harga yang sangat mahal misalnya karena benih dari seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran, matematika, dan lain-lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik bayi tabung. Kini bank sperma malah menyimpannya dan memperdagangkannya seolah-olah benih manusia itu suatu benda ekonomis.
Tahun 1980 di Amerika sudah ada 9 bank sperma non-komersial. Sementara itu bank-bank sperma yang komersil bertumbuh dengan cepat. Wanita yang menginginkan pembuahan artifisial bisa memilih sperma itu dari banyak kemungkinan yang tersedia lengkap dengan data mutu intelektual dari pemiliknya. Identitas donor dirahasiakan dengan rapi dan tidak diberitahukan kepada wanita yang mengambilnya, kepada penguasa atau siapapun.
Masalah Orang Tua Anak Hasil Bayi Tabung atau Legaltas Bayi Tabung Bayi yang benihnya berasal dari pasangan suami-istri namun dikandung dan dilahirkan oleh wanita sewaan dapat menimbulkan persoalan siapakah orang tua dari bayi itu. Bisa dikatakan bahwa bayi orang tua itu adalah pasangan yang memiliki benih tadi. Tetapi wanita sewaan juga telah menyumbangkan darah dan dagingnya selama mengandung bayi tersebut. Sudah pernah terjadi bahwa seorang wanita sewaan tidak mau mengembalikan bayi yang telah dikandung dan dilahirkannya. Orang tua bayi tersebut menuntut di pengadilan, namun hukum yang dipakai untuk menyelesaikan masalah tersebut belum dibuat. Kalau benih diambil dari seorang donor, maka timbul persoalan juga tentang siapakah orang tua bayi itu. Secara biologis orang tua bayi itu adalah donor yang telah memberikan benihnya, tetapi secara legal, orang tua anak itu adalah orang tua yang menerima dan membesarkannya dalam keluarga. Mana yang disebut orang tua? Orangtua biologis atau orang tua legal. Sebelum ada teknik bayi tabung, maka orang tua biologis adalah orang tua legal. [qondio.com]
Kisah Bayi Tabung Pertama di Dunia Tahun 1978 dunia digemparkan dengan berita keberhasilan proses bayi tabung. Program bayi tabung yang diprakarsai oleh Dr Robert Edwards dan Dr Partrick Steptoe telah berhasil dengan lahirnya bayi perempuan bernama Louise Brown yang merupakan bayi tabung pertama di dunia pada tanggal 25 Juli 1978 di rumah sakit Oldham General Hospital Inggris. Bagaimana keadaan sang bayi tabung pertama sekarang? wah penasaran nih. Katanya dia hidup bahagia di Inggris, sudah menikah dan malah sudah punya seorang anak perempuan! Jangan takut ikut program bayi tabung, keturunan nyambung terus.
Setelah kejadian bayi tabung pertama ini banyak pasangan yang punya masalah kesuburan melirik untuk mengikuti program bayi tabung. Pada awalnya tingkat keberhasilan sekitar 4%, yang artinya dari 100 pasangan hanya 4 yang berhasil melahirkan bayi dengan proses bayi tabung. Dengan tekhnologi yang semakin maju tingkat keberhasilannya sekarang menjadi lebih baik sekitar 25%. Di Indonesia, bayi tabung pertama bernama Nugroho Karyanto lahir pada tanggal 2 Mei 1988 di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita Jakarta oleh tim dokter yang dipimpin oleh Prof Dr dr Sudraji Sumapraja SpOG .
In vitro adalah pembuahan di dalam tabung. pertama, sel sperma dan ovum diambil dari pasangan suami istri dan dileburkan di dalam tabung (in vitro), pertama, sel sperma dan ovum diambil dari pasangan suami istri dan dileburkan di dalam tabung (infetro) Pada teknik bayi tabung, pembuahan hanya terjadi/dilakukan in vitro. Jadi sperma dan sel telur dipertemukan dulu di dalam tabung. Setelah pembuahan terjadi dan sel telur yang dibuahi tersebut mencapai kematangan tertentu, sel tersebut dipindahkan ke dalam rahims Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu produk (keturunan).  Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan meliputi inseminasi buatan, perlakuan hormonal, donor sel telur dan sel sperma, kultur telur dan embrio, pembekuan sperma dan embrio, GIFT (gamet intrafallopian transfer), ZIFT (zygote intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization), partenogenesis dan kloning. Dalam tulisan ini teknologi reproduksi yang akan dikaji adalah teknik in vitro fertilisasi dan kloning.  
Fertilisasi in vitro   adalah proses pembuahan yang dilakukan diluar tubuh manusia (di dalam cawan petri), sedangkan teknik kloning adalah  produksi sejumlah individu yang secara genetik identik melalui proses seksual apabila melalui fertilisasi dan aseksual apabila menggunakan sel somatis.  Baik pada fertilisasi in vitro maupun kloning, embrio yang dihasilkan “dititipkan“ kembali kembali ke dalam rahim seorang wanita, baik yang ada hubungan darah maupun yang tidak. Melalui teknologi in vitro, analisis kromosom dari embrio yang memiliki resiko kelainan genetik  dapat dilakukan sebelum dikembalikan kedalam rahim.  Louis Brown adalah bayi tabung pertama yang dilahirkan pada tahun 1978, merupakan kreasi dari Edward and Steptoe (Dawson, 1993; Gordon, 1994).
Pada Kongres Fertilisasi In Vitro dan Genetika Reproduksi Manusia se Dunia Ke 11 di Sydney, tanggal 9–14 Mei 1999, Kwa Yung Cha dkk, mengungkapkan keberhasilan teknik maturasi in vitro pada 33 wanita fertil yang mengalami kelainan PCO (polycystic ovarian syndrome), 20 diantaranya berhasil melahirkan bayi (Kompas, 6 Juni 1999). Di Indonesia, meskipun program bayi tabung dimulai sejak tahun 1988 di RS Harapan Kita, Jakarta, namun baru pada tahun 1997 RSUP Dr Sardjito Yogyakarta berhasil mengembangkan program ini hingga , melahirkan tiga bayi kembar (Kompas, 3 Maret 2001). Di Amerika Serikat, Adam adalah bayi tabung yang khusus diprogram untuk menyelamatkan kakaknya dan berhasil.
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.Teknologi ini dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards pada tahun 1977.
Wanita yang melakukan fertilisasi in vitro (in vitro fertilization) dapat meningkatkan kesempatan untuk hamil sebanyak 65% jika mereka juga mendapat akupuntur, menurut hasil pendahuluan sebuah studi yang dipublikasikan dalam British Medical Journal edisi Februari 2008.
Fertilisasi in vitro yang lebih dikenal dengan program bayi tabung adalah sebuah teknik dimana sel-sel telur dibuahi oleh sperma di luar rahim kemudian dimasukkan kembali ke dalam rahim. Sekitar 10-15% pasangan mencari terapi kesuburan karena mereka mengalami kesulitan untuk hamil dan program bayi tabung merupakan terapi yang umum dipilih. 
Sebanyak 200.000 bayi di seluruh dunia melalui proses bayi tabung pada tahun 2000. Karena biaya yang mahal, waktu yang lama dan stres yang tinggi dalam menjalankan proses bayi tabung, kini obat dan teknologi baru telah dikembangkan untuk meningkatkan angka keberhasilan. Studi yang dilaksanakan para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Maryland dan Universitas VU di Amsterdam termotivasi dengan sejarah akupuntur yang digunakan di Cina selama berabad-abad untuk membantu sistem reproduksi wanita.
Para peneliti memiliki tujuan menemukan apakah akupuntur yang diberikan bersama transfer embrio meningkatkan keberhasilan hamil dan kelahiran bayi pada wanita yang menjalani proses bayi tabung. Studi yang dilaksanakan para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Maryland dan Universitas VU di Amsterdam termotivasi dengan sejarah akupuntur yang digunakan di Cina selama berabad-abad untuk membantu sistem reproduksi wanita.
Para peneliti memiliki tujuan menemukan apakah akupuntur yang diberikan bersama transfer embrio meningkatkan keberhasilan hamil dan kelahiran bayi pada wanita yang menjalani proses bayi tabung. kelainan untuk menghasilkan individu dengan bakat atau kelebihan tertentu.  Misalnya, kloning genetik yang diimplantasikan ke rahim ibunya.   Dan 3) Juga dikembangkan DNA dari keluarga yang memiliki kemampuan musikal dilakukan untuk menghasilkan anak yang memiliki potensi serupa.
Disamping manfaat yang diberikan oleh teknologi ini,kerugian juga terjadi.  Dengan kloning maka: 1) Keragaman  populasi akan hilang, akibatnya setiap orang memiliki respon yang sama.  Tentulah hidup ini akan membosankan.  2) Bila manusia secara  genetik sama maka terdapat resiko besardaripatogen tunggal.  Penyakit yang fatal dapat  memusnahkan semuanya.  3) Kloning dianggap tidak etis, tidak manusiawi dan tidak bermoral.
  





Implikasi Penerapan Teknologi Reproduksi

Sejak kelahiran Louis Brown pada tahun 1978, perdebatan mengenai boleh tidaknya in vitro fertilisasi dilakukan pada manusia mulai hangat dibicarakan. Perdebatan ini terfokus pada implikasi theologika, etika, legalitas dan sosial, baik menyangkut prosedur maupun produk yang dihasilkan.

Dimensi theologika penerapan teknologi reproduksi di tanggapi secara beragam.  Sebagian kelompok agamawan menolak fertilisasi in vitro pada manusia karena mereka meyakini bahwa kegiatan tersebut sama artinya mempermainkan Tuhan yang merupakan Sang Pencipta.  Juga banyak kalangan menganggap bahwa pengklonan manusia secara utuh tidak bisa dilakukan sebab ini dapat dianggap sebagai “intervensi” karya Ilahi. 
Sebaliknya, Sheikh Mohammad Hussein Fadlallah, seorang pemandu spiritual muslim fundamentalis dari Lebanon berpendapat, adalah salah jika menganggap kloning adalah suatu intervensi karya Ilahi.  Peneliti dianggapnya tidak menciptakan sesuatu yang baru.  Mereka hanya menemukan suatu hukum yang baru bagi ormanisme, sama seperti ketika mereka menemukan fertilisasi in vitro dan transplantasi organ (http://www.religioustolerance-.org/-clo_reac.htm).  
Professor Abdulaziz Sachedina dari Universitas Virginia mengemukakan bahwa Allah adalah kreator terbaik.  Manusia dapat saja melakukan intervensi dalam pekerjaan alami, termasuk pada awal perkembangan embrio untuk  meningkatkan kesehatan atau embrio splitting untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan, namun perlu diingat, Allahlah Sang pemberi hidup (Sachedina, 2001).
Dimensi etika dari isu ini terutama terpusat pada pertanyaan mengenai cara atau prosedur penerapan teknologi reproduksi.  Sebagian masyarakat menolak dengan alasan moral.   Penolakan ini timbul karena dalam program bayi tabung, proses pembuahan dilakukan pada cawan petri sehingga hanya embrio yang diperlukan dimasukkan kembali ke dalam rahim, sisanya “dibuang”. Hak hidup embrio yang dibuang inilah yang dipermasalahkan. Banyak kalangan memandang tindakan itu sebagai pembunuhan. 
Hubungan fundamental antar manusia, hubungan laki-laki dan perempuan dan kasih sayang, dipertanyakan eksistensinya bila melakukan fertilisasi in vitro.  Hal ini menjadi lebih buruk bila sel telur dibuahi oleh sperma yang bukan dari suami yang sah, misalnya dari bank sperma, atau sebaliknya dari pendonor telur.  Apabila embrio berasal dari penyatuan benih pasangan suami istri yang sah, namun istri tidak bisa memelihara embrio dan terpaksa dititipkan ke mother hoster maka dari sudut hukum islam keadaan demikian tidak diperbolehkan karena ada kemungkinan si mother hoster menerima sperma dari suaminya sendiri, dengan demikian jaminan nasabnya (keutuhan keturunannya) diragukan (Hadipermono, 1995).
Legalitas penerapan teknologi ini didasarkan pada berbagai pendapat yang pro dan kontra.  Pertentangan ini mengundang perhatian pemerintah Inggris untuk menengahi perbedaan pandangan dari kelompok yang pro dan kontra.  Maka disusunlah undang-undang yang mengizinkan penelitian pada embrio manusia yaitu dapat dilakukan hanya sampai umur 14 hari sesudah fertilisasi.  Menurut Johnson dan Everit, 1985 umur embrio yang mampu implantasi didalam rahim adalah tahap blastosis atau pada umur 14 – 18 hari setelah fertilisasi.  Karena itu pembuangan embrio berumur kurang dari 12 hari dipandang tidak mengurangi hak hidup calon  anak. Disamping itu, penerapan teknologi ini diizinkan bila dilakukan dengan alasan kesehatan dan pengobatan, atau untuk meningkatkan nilai genetik sehingga menghasilkan manusia yang lebih berkualitas.  Dan yang lebih penting lagidilakukan oleh pasangan yang sah. Hal ini dikemukakan oleh sebagian  pakar agama, baik dari Islam, Kristen, maupun Yahudi (http://www.religioustolerance-.org/-clo_reac.htm).  Sebagiannya lagi mengemukakan bahwa tidak ada alasan kloning pada manusia dilakukan, mereka menganggap perlakuan itu dari segala sisi adalah tidak etis, tidak manusiawi dan tidak bermoral (http://www.islamonline.net/iol-english/dowalia/techng-15-10/techng1b.asp).
Disamping berbagai manfaat, teknologi ini juga menimbulkan berbagai dampak sosial dalam masyarakat.   Masalah seringkali muncul setelah bayi produk teknologi ini lahir. Posisi si anak menjadi simpang siur dalam tatanan kemasyarakatan, terutama bila sperma yang digunakan berasal dari bank sperma atau sel telur yang digunakan berasal dari pendonor. Akibatnya silsilah anak tersebut menjadi tidak jelas.   Akibatnya, dikemudian hari dapat saja terjadi perkawinan antar kelaurga dekat tanpa disengaja, misalnya antara anak dengan bapak atau dengan ibu atau antar saudara.  Maka besar kemungkinan akan lahir generasi-generasi cacat akibat inbreeding.
Masalah lain yang ditimbulkan oleh teknologi ini adalah perebutan bayi. Mungkin kita masih mengingat kasus yang menimpa pasangan suami isteri yang menitipkan embrionya dalam rahim mother hoster. Setelah sekitar 36 minggu mengandung dan akhirnya melahirkan bayi titipan tersebut, si mother hoster mengklaim bayi tersebut miliknya, dan tidak bersedia mengembalikannya pada ayah dan ibu biologisnya.






Perokok punya Bayi Tabung Sehat?

Rokok berkaitan erat dengan kemampuan reproduksi. Salah satunya, adalah kemampuan seorang pria untuk menghasilkan sperma yang berkualitas. Berbagai penelitian membuktikan bahwa rokok bisa menurunkan kualitas sperma. Ini sangat masuk akal mengingat dalam sebatang rokok terdapat sekitar 4.000 partikel kimia yang berbahaya bagi tubuh alias beracun.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa racun dalam rokok ini bisa masuk ke testis, sehingga mengganggu perkembangan sperma. Partikel tersebut masuk ke darah dan semen. "Kondisi pada sperma akibat rokok itu bisa dilihat dari jumlah spermanya yang berkurang, gerakannya menjadi lambat, dan bentuknya menjadi jelek," jelas embriologis dari Klinik Infertilitas Permata Hati RS Dr Sardjito, dr Ita Fauzia Hanoum, MCE.
Ada penelitian yang bisa membuktikan kalaupun bentuk sperma tidak bermasalah, kemudian gerakannya tidak terlalu berpengaruh, jumlahnya juga tidak terlalu turun, tetapi DNA-nya rusak. Jadi, kata dia, sekarang yang menjadi perhatian para perokok, terutama perokok berat, adalah kemungkinan tidak punya anak.
Penelitian yang mengemukakan bahwa rokok dapat mempengaruhi kualitas sel DNA sperma pria banyak membuat papa pria tersebut memilih jalur bayi tabung dalam hal memperoleh keturunan, tapi lewat proses bayi tabung-pun, DNA sel sperma yang sudah rusak akan tetap mempengaruhi proses kelahiran bayi tabung.
Kerusakan DNA itu bisa mempengaruhi banyak hal, bisa yang minor sampai ke mayor.
"Angka keguguran menjadi tinggi. Kalau ayah dan ibunya merokok, kontribusinya menjadi dua, tetapi kalau ibunya tidak merokok, angka kegugurannya karena DNA ayahnya rusak," tandasnya. Parahnya lagi, kalau si ibu tidak mengalami keguguran dan anak lahir hidup, anaknya mungkin ada kecacatan tertentu. "Apalagi bila si isteri usainya sudah lanjut, suami merokok, angka kecacatan anaknya akan semakin tinggi," jelasnya.
Di Klinik Permata Hati belum dilakukan penelitian tentang hubungan laki-laki yang ikut program bayi tabung dengan perilaku merokok, tetapi mereka selalu ditanya apakah mereka merokok atau tidak. Disarankan pula kepada para suami perokok yang ikut program bayi tabung agar tidak merokok. ''Memang ada yang mempertimbangkan hal itu, tetapi sebagian besar menganggap tidak ada pengaruhnya dan tidak peduli. Mereka tetap merokok. Padahal pendidikan mereka menengah ke atas,'' ungkap Ita. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa suami perokok kemampuan untuk menghamili isterinya lebih lambat daripada suami yang tidak merokok. Kalaupun sang istri bisa hamil, masalah lain akan menanti di depan mata. Maka dari itu cara bayi tabung pun tetap tidak akan memberikan hasil yang baik jika anda tetap merokok.
Ronald Halim22:040 komentar Link ke posting ini

Bayi Tabung Lebih Pintar?

Penelitian pertama terhadap anak-anak usia delapan tahun dari hasil pembuahan melalui metode intracytoplasmic sperm injection (ICSI) atau bayi tabung menunjukkan bahwa mereka rata-rata memiliki tingkat intelegensi yang lebih baik daripada anak-anak hasil reproduksi normal. Hal tersebut menolak anggapan bahwa teknik tersebut tidak seaman metode in vitro vertilization (IVF) standar yang biasa dipakai untuk menghasilkan bayi tabung.
ICSI dilakukan dengan menyuntikkan sperma secara langsung ke dalam sel telur, berbeda dengan IVF standar yang hanya meletakkan sperma sedekat mungkin dengan sel telur, tanpa disuntikkan, agar dapat melakukan pembuahan secara alami.
Beberapa penelitian pendahuluan yang dilakukan sejak 1998 melaporkan bahwa anak-anak hasil bayi tabung/ICSI usia satu tahun terlambat berkembang dibandingkan anak-anak yang normal. Sehingga keamanan teknik tersebut sempat diragukan. Tapi, penelitian yang lebih lama terhadap anak usia lima tahun, tidak ditemukan perbedaan tingkat perkembangan yang signifikan.
Baru-baru ini, tim yang dipimpin Lize Leunens dari Free University of Brussels (VUB) di Belgia membandingkan antara tingkat intelegensi dan kemampuan motorik terhadap 151 anak hasil bayi tabung usia delapan tahun dengan 153 anak hasil pembuahan normal.

Hasilnya, tidak ada perbedaan dalam kemampuan motorik dan anak-anak ICSI memiliki nilai tes intelegensi yang lebih tinggi daripada yang normal. Leunens memaparkan hasil penelitiannya dalam pertemuan tahunan Perkumpulan Reproduksi Manusia dan Embriologi Eropa di Kopenhagen, Denmark, Selasa (21/6).
"Kami sangat gembira karena dalam jangka panjang anak-anak hasil bayi tabung tersebut tidak menderita kemunduran dalam perkembangannya," katanya.
Dalam penelitian tersebut, tidak ada perbedaan level pendidikan dari ibunya, yang diketahui mempengaruhi tingkat intelegensi seorang anak. Oleh karena itu Leunens berpendapat bahwa alasan yang dapat menerangkan adalah motivasi yang lebih besar dari ibu yang mengandung bayi ICSI. "Ibu yang mengandung bayi ICSI ini mungkin mendedikasikan dirinya secara khusus sebagai orang tua," katanya.
Selain itu, penjelasan yang masuk akal juga disampaikan menanggapi kemunduran tingkat perkembangan pada bayi ICSI yang berusia sangat muda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu bayi ICSI lebih suka membesarkan anaknya di rumah daripada mengirimkan ke playgroup atau berinteraksi dengan orang lain, kondisi yang mungkin menyebabkan kemunduran dalam perkembangan sosial.
Tapi, penelitian ini bukanlah jawaban terakhir. Penelitian lain menunjukkan bahwa penolakan banyak orang tua untuk mengijinkan anaknya diteliti, mungkin agak menurunkan kepercayaan hasil penelitian Leunens. Faktanya, sepertiga orangtua anak-anak ICSI menolak berpartisipasi.
Tanpa mengesampingkan kemungkinan-kemungkinan yang lain, Leunens menyatakan bahwa hasil penelitian tidak berbeda dengan kondisi yang dipaparkan orang tua melalui wawancara telepon. Ia juga menekankan bahwa penelitiannnya tidak melihat masalah kesehatan yang lain.(NewScientist.com/Wah)

1.     Tehnik Bayi Tabung: Bedah Laparoskopik

Dalam proses bayi tabung secara ICSI, GIFT atau ZIFT seringkali ada operasi bedah laparoskopik (laparoscopic surgery). Ini adalah sedikit pembahasan mengenai laparoscopic surgery tersebut.
Operasi bedah laparoskopik merupakan teknik bedah yang dilakukan dengan cara membuat lubang kecil di dinding perut dan mengangkat kandung empedu dengan instrumen khusus menggunakan sistem endokamera melalui layar monitor.
Operasi ini digunakan dalam prosedur bayi tabung untuk memasukkan sel telur yang sudah dibuahi oleh sel sperma dan berkembang menjadi zigot ke dalam tuba fallopi si pasien wanita untuk kemudian agar dapat  tumbuh secara alamiah menjadi bayi                                                                   
Efek bedah laparoskopik merupakan kebalikan dari efek bedah konvensional yang seringkali menimbulkan rasa nyeri pasca operasi, munculnya bekas pembedahan, masa pulih yang lambat, dan masa rawat yang panjang. Efek laparoskopik ini yaitu rasa nyeri yang minimal, masa rawat pendek, masa pulih cepat serta luka parut yang minimal .                                                        .
Angka kematian pada sistem operasi bedah ini tercatat nihil, sedangkan penyulit dan konversi ke bedah konvensional kurang dari satu persen. Bedah laparoskopik sendiri merupakan teknik bedah invasif minimal yang menggunakan sistem endokamera, pneumoperitoneum dan instrumen khusus.

2.      Langkah-langkah proses Bayi Tabung

a.       Datanglah ke dokter bagian obstetri dan ginekologi bila ingin menjalani satu siklus program Bayi Tabung.
b.      Bila ditemukan kelainan/masalah pada Anda berdua, dokter spesialis akan merujuk ke pusat layanan bayi tabung. Setelah diketahui penyulit kehamilan, pasangan suami isteri disiapkan menjalani proses bayi tabung.
c.       Setiap pasangan akan menerima penjelasan program Bayi Tabung dan prosedur pelaksanaan dalam sebuah kelas/kelompok.
d.      Peserta program harus menandatangani perjanjian tertulis: bersedia bila dokter melakukan tindakan yang dianggap perlu semisal operasi, bersedia menghadapi kemungkinan mengalami kehamilan kembar dan risiko lain yang dapat ditimbulkan.
e.       Pelaksanaan program bisa dimulai berdasarkan masa haid. Calon ibu akan diberi obat-obatan hormonal sebagai pemicu ovulasi agar menghasilkan banyak sel telur. Selanjutnya dilakukan Ovum pick up/Opu (pengambilan sel telur). Sedangkan calon ayah akan diambil sperma dengan cara masturbasi. Bila jumlah sperma cukup banyak akan disemprotkan ke sel telur.
Bila saat masturbasi tak ada sperma yang keluar, berarti ada sumbatan. Untuk itu akan dilakukan cara lain, yaitu dengan MESA (Microsurgical Epydidimis Sperm Aspiration);sperma diambil dari salurannya. Bisa juga dengan TESA (Testical Sperm Extraction); sperma diambil langsung dari buah zakar.
Bila sperma yang dihasilkan sangat sedikit, maka dilakukan ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection); sperma disuntikkan ke sel telur. Cara ini khusus bagi pasangan infertil dimana suami mempunyai sperma sangat sedikit.
f.       Setelah terjadi fertilisasi dan embrio, maka embrio ditransfer ke rahim ibu.
g.      Ibu dipantau beberapa waktu dengan pemeriksaan hormon kehamilan (hCG) di darah dan pemeriksaan USG.

INDIKASI DILAKUKANNYA PROSES BAYI TABUNG

ü  Kualitas dan kuantitas sperma.
ü  Keadaan rahim normal atau tidak? Pemeriksaan dilakukan dengan rontgen dan USG.
ü  Apakah tuba falopi (saluran telur) lancar atau tersumbat? Untuk mengetahuinya dilakukan pemeriksaan hCG.
ü  Apakah lingkungan di sekitar rahim dan indung telur normal atau ada kelainan? Pemeriksaan dilakukan dengan laparoskopi diagnostik/diteropong.
Nah, proses Bayi Tabung dapat dilakukan bila dari pemeriksaan tersebut ditemui beberapa kondisi: jumlah dan kualitas sperma sangat buruk, saluran telur tersumbat, atau adanya endometriosis.



Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
  1. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
  2. Pematangan sel-sel telur sipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan ultrasonografi.
  3. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
  4. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
  5. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
  6.  Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
  7. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan     pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi
Manfaat dan kerugian bayi tabung:
Manfaat bayi tabung:
ü  Dapat membantu pasangan yang kurang subur untuk memiliki anak sendiri.
ü  Pengandung dapat dipindah keperut perempuan lain.
ü  Keadaan anak dapat di atur.
Kerugian:
ü  Banyak gagal
ü  Biaya mahal.
ü  Membutuhkan peralatan yang bangus dan tidak mentolerir kesalahan.



Macam-macam bayi tabung:
ü  Partial Dessection(PZD)dan subzonal Sperm I ntersection(SUZI)
ü  Teknik PZD di lakukan dengan menyemprotkan sperm ke sel telur dengan membuat celah pada dinding sel telur terlebih dahulu agar memudahkan kontak antara sperm dengan sel telur .
ü  Pada teknik SUZI sperm disuntikkan dengan cara langsung kedalam sel telur.
ü  Dengan menggunakan teknik intra cytoplasmic sperm injektion(ICSI).tehnik ini sangat sesuai jika diterapkan pada kasus sperm yang mutu dan jumlahnya sangat minim..
.
3.      Permasalahan Hukum Bayi Tabung:
a.      Permasalahan Hukum Perdata yang Timbul Dalam Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Inseminasi buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia. Permasalahan yang timbul antara lain adalah :
1.      Bagaimanakah status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan?
2.      Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan orang tua biologisnya? Apakah ia mempunyai hak mewaris?
3.      Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate mother-nya (dalam kasus terjadi penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya? Darimanakah ia memiliki hak mewaris?

b.      Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Jika benihnya berasal dari Suami Istri
ü  Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
ü  Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
ü  Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)
ü  Jika salah satu benihnya berasal dari donor
ü  Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
ü  Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
ü  Jika semua benihnya dari donor
ü  Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
ü  Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.
c.       Negara Lain
Negara yang memberlakukan hukum islam sebagai hukum negaranya, tidak diperbolehkan dilakukannya inseminasi buatan dengan donor dan dan sewa rahim. Negara Swiss melarang pula dilakukannya inseminasi buatan dengan donor. Sedangkan Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7 Desember 1972 melarang semua bentuk inseminasi buatan. Larangan terhadap inseminasi buatan dengan sperma suami didasarkan pada premis bahwa hal itu sama dengan usaha untuk mengubah rancangan ciptaan Tuhan.

d.      Pandangan islam.
Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah:
Pertama; firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4. Kedua ayat tersebuti menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
Kedua; hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.
Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum, karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara umum, seperti dalam Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau sperma seperti dalam An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari ssperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala‘ jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan mafsadahnya jauh lebih besar, antara lain berupa:
  1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
  2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
  3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang sah.
  4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tanggal.
  5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak adopsi.
  6. Bayi tabung lahir tanpa melalui proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang menyerahkan bayinya kepada pasangan suami-isteri yang punya benihnya sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan secara alami. (QS. Luqman:14 dan Al-Ahqaf:14).
Mengembangbiakkan dan pembibitan semua jenis hewan yang halal diperbolehkan oleh Islam, baik dengan jalan inseminasi alami (natural insemination) maupun inseminasi buatan (artificial insemination). Dasar hukum pembolehan inseminasi buatan ialah:
Pertama; Qiyas (analogi) dengan kasus penyerbukan kurma. Setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah hal itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan, kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, kiranya inseminasi buatan pada hewan juga dibenarkan, karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia. (QS. Qaaf:9-11 dan An-Nahl:5-8).
Kedua; kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu fil asya’ al-ibahah hatta yadulla dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sampai ada dalil yang jelas melarangnya). Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah.
Namun mengingat risalah Islam tidak hanya mengajak  umat manusia untuk beriman, beribadah dan bermuamalah di masyarakat yang baik (berlaku ihsan) sesuai dengan tuntunan Islam, tetapi Islam juga mengajak manusia untuk berakhlak yang baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan sesama makhluk termasuk hewan dan lingkungan hidup, maka patut dipersoalkan dan direnungkan, apakah melakukan inseminasi buatan pada hewan pejantan dan betina secara terus menerus dan permanen sepanjang hidupnya secara moral dapat dibenarkan? Sebab hewan juga makhluk hidup seperti manusia, mempunyai nafsu dan naluri untuk kawin guna memenuhi insting seksualnya, mencari kepuasan (sexual pleasure) dan melestarikan jenisnya  di dunia.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa mengembangbiakkan semua jenis hewan yang halal (yang hidup di darat, air dan terbang bebas di udara) diperbolehkan Islam, baik untuk dimakan maupun untuk kesejahteraan manusia. Pengembangbiakan boleh dilakukan dengan inseminasi alami maupun dengan inseminasi buatan. Inseminasi buatan pada hewan tersebut hendaknya dilakukan dengan memperhatikan nilai moral Islami sebagaimana proses bayi tabung pada manusia tetap harus menjunjung tinggi etika dan kaedah-kaedah syariah.
… فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي اْلأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ … (الحج: 5).
“… Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki …” (QS. 22/al-Hajj: 5).
Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat tersebut menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah tindakan-tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.
Selanjutnya, ia mengutip ayat lain yang berkaitan dengan munculnya prestasi ilmiah atas kloning manusia, apakah akan merusak keimanan kepada Allah SWT sebagai Pencipta? Abul Fadl menyatakan “tidak”, berdasarkan pada pernyataan al-Qur’an bahwa Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam As. tanpa ayah dan ibu, dan Nabi ‘Isa As. tanpa ayah, sebagai berikut:
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللهِ كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (ال عمران: 59).
“Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 59).
Pada surat yang sama juga dikemukakan:
إِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَامَرْيَمُ إِنَّ اللهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ. وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلاً وَمِنَ الصَّالِحِينَ. قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (ال عمران: 45- 47).
“(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya al-Masih `Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh. Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”. Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 45-47).
Hal yang sangat jelas dalam kutipan ayat-ayat di atas adalah bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah. Namun, kendati Allah menciptakan sistem sebab-akibat di alam semesta ini, kita tidak boleh lupa bahwa Dia juga telah menetapkan pengecualian-pengecualian bagi sistem umum tersebut, seperti pada kasus penciptaan Adam As. dan ‘Isa As. Jika kloning manusia benar-benar menjadi kenyataan, maka itu adalah atas kehendak Allah SWT. Semua itu, jika manipulasi bioteknologi ini berhasil dilakukan, maka hal itu sama sekali tidak mengurangi keimanan kita kepada Allah SWT sebagai Pencipta, karena bahan-bahan utama yang digunakan, yakni sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi adalah benda ciptaan Allah SWT.
Islam mengakui hubungan suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi pembentukan masyarakat yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang lahir dalam ikatan perkawinan membawa komponen-komponen genetis dari kedua orang tuanya, dan kombinasi genetis inilah yang memberi mereka identitas. Karena itu, kegelisahan umat Islam dalam hal ini adalah bahwa replikasi genetis semacam ini akan berakibat negatif pada hubungan suami-isteri dan hubungan anak-orang tua, dan akan berujung pada kehancuran institusi keluarga Islam. Lebih jauh, kloning manusia akan merenggut anak-anak dari akar (nenek moyang) mereka serta merusak aturan hukum Islam tentang waris yang didasarkan pada pertalian darah.
Berikutnya, KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz Sachedina dan Imam Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan mengandung ancaman bagi kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau mengakibatkan hancurnya lembaga keluarga, merosotnya nilai manusia, menantang Tuhan, dengan bermain tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.
M. Kuswandi, staf pengajar Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta juga berpendapat teknik kloning diharamkan, dengan argumentasi: menghancurkan institusi pernikahan yang mulia (misal: tumbuh suburnya lesbian, tidak perlu laki-laki untuk memproduksi anak), juga akan menghancurkan manusia sendiri (dari sudut evolusi, makhluk yang sesuai dengan environment-nya yang dapat hidup).


Teknik pembuatan dan pendapat ulama
Pembuatan inseminasi buatan ini membutuhkan proses dari mulai pengambilan bibit, dalam pengambilan bibit ini terdapat analisa hukum islam dan sumber pengambilan bibit itu, cara mengeluarkan sperma dan dokter yang menanganinya. Setelah pengambilan bibit, lalu bagaimana juga menganalisa hukum islam tentang penanaman bibit. Dalam tahap ini yang menjadi permasalahan adalah rahim wanita yang akan mengandungnya.
Pengambilan bibit sel telur
Pengambilan bibit ini meliputi pengambilan sel telur ( ovum pik up) dan pengambilan/ pengeluaran sperma. Untuk pengambilan bibit sel telur wanita dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama dengan laparosopi dan USG ( ultrasonografi), cara pertama : indung telur di pegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur di periksa di mikroskop untuk ditemukan sel telur. Sedangkan cara kedua ( USG) folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi.
Analisa hukum islam, lalu bagaimana hukum melihat aurat besar wanita, meraba, dan memasukkan sesuatu pada vagina wanita. Semua aktifitas ini dibutuhkan dalam pengambilan sel telur dari wanita. Para ulama dari kalangan mahab sepakat bahwa vagina adalah bagian dari aurat wanita yang paling vital atau disebut aurat besar yang wajib dijaga dan tidak boleh dilihat. Akan tetapi, ketika darurat tidak ada jalan lain kecuali harus membuka dan memegangnya, seperti untuk kepentingan medis ( berobat), maka semata untuk keadaan darurat para ulama sepakat aurat wanita boleh dibuka.
Dalam pengambilan sel telur dari wanita, seorang dokter tidak bisa melakukannya kecuali harus melihat, meraba, dan memasukkan alat kedalam aurat besar wanita dalam ruangan yang tidak ada orang lain.
Pendapat ulama:
Yusuf Qardawi mengatakan dalam keadaan darurat atau hajat melihat atau memegang aurat diperbolehkan dengan syarat keamanan dan nafsu dapat dijaga. Hal ini sejalan dengan kaidah ushul fiqih:
“Kebutuhan yang sangat penting itu diperlakukan seperti keadaan terpaksa darurat). Dan keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang”.

Menurut hemat penulis adalah keadaan seperti ini di sebut dengan keadaan darurat, dimana orang lain boleh melihat dan memegang aurat besar wanita. Karena belum ditemukan cara lain dan kesempatan unutuk melihat dan memegang aurat wanita itu ditujukan semata- mata hanya untuk kepentingan medis yang tidak menimbulkan rangsangan.
Pengeluaran sperma
Dibanding pengambilan sel telur, pengambilan sperma lebih mudah. Untuk mendapatkan sperma laki- laki dapat ditempuh dengan cara:
  • Istimna’ (onani)
  • Azl (senggama terputus)
  • Dihisap dari pelir ( testis)
  • Jima’ dengan memakai kondom
  • Sperma yang ditumpahkan kedalam vagina yang disedot tepat dengan spuit
  • Sperma mimpi malam
Diantara kelima cara diatas, cara yang dipandang baik adalah dengan cara onani ( mastrubasi) yang dilakukan di rumah sakit sebagaiman yang di sponsori oleh Universitas Indonesia.
Lalu bagaimana hukum onani untuk kepentingan inseminasi buatan? Karena sebagaimana kita ketahui bahwa islam islam memandang onani adalah perbuatan yang tidak etis, namun dalam penetapannya terjadi perbedaan pendapat.
Pendapat ulama:
  • Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah, mengharamkan secara multak berdasarkan Al-Qur’an surat Al- Mu’minun ayat 5-7, dimana Allah telah memerintahkan manusia untuk menjaga kehormatan kelamin dalam setiap keadaan, kecuali terhadap istri dan budak.
  • Ulama Hanabilah mengharamkan onani, kecuali khawatir berbuat zina atau terganggu kesehatannya, sedang ia tidak punya istri atau tidak mampu kawin. Yusuf Qardawi juga sependapat dengan ulama Hanabilah.
  • Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa istimna’ pada prinsipnya diharamkan, namun istimna’ diperbolehkan dalam keadaan tertentu bahkan wajib, jika dikhawatirkan jatuh kepada perbuatan zina. Hal ini didasari oleh kaidah ushul adalah: “Wajib menempuh bahaya yang lebih ringan diantara dua bahaya”

  • Pendapat penulis adalah onani dapat dibolehkan apabila dalam keadaan terpaksa, sebagaimana tersirat pada pendapat sebelumnya. Jika dikaitkan dengan keperluan inseminasi buatan, maka dapat digolongkan dalam keadaan terpaksa. Dimana istimna’ dibolehkan, baik dengan tangannya sendiri atau tangan istrinya. Sesuai dengan firman Allah: “Barang siapa dalam keadaan terpaksa ( memakannya), sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Seseungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Asal dan tempat penanaman bibit
  1. Bibit dari suami istri yang sah ( inseminasi homolog)
Islam membolehkan senggama antara laki- laki dan perempuan, jika keduanya sudah diikat oleh tali pernikahan. Motif senggama yang di lakukan oleh pasangan yang sah adalah untuk mendapatkan keturunan. Adapun senggama diluar pernikahan adalah untuk memuaskan nafsu belaka. Jika dikaitkan dengan inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari suami istri yang sah, baik dengan cara pembuahan diluar rahim kemudian disuntikkan kedalah rahim istri atau dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke uterus istri. Tindakan ini tidaklah tergolong zina atau boleh hukumnya karena berasal dari pasangan suamu istri yang sah. Hal ini diperbolehkan kalau memang kondisi suami istri benar- benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak.
Diperbolehkannya bayi tabung bagi suami istri yang sah, disebabkan karena manfaatnya sangat besar dalam kehidupan rumah tangga. Bagi suami istri yang sangat merindukan anak, namun tidak bisa berproses secara alami maka melalui proses bayi tabung, anak yang dirindukannya akan segara hadir disisinya. Disinilah letak kemaslahatannya, sehingga kebolehannya didasarkan melalui maslahah mursalah.
Pendapat ulama:
  • Jumhur ulama membolehkan inseminasi buatan yang berasal dari bibit suami istri. Mereka adalah Syeik Mahmud Syaltut, Yusuf Qardawi, Ahmad Ribasyi, Zakaria Ahmad Al- Barry.
  • Majelis ulama DKI Jakarta dan Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’ Department Kesehatan RI.
  • Menurut hemat penulis adalah membolehkan inseminasi buatan, asalkan berasal dari bibit suami istri yang sah. Karena dengan adanya inseminasi buatan ini memudahkan bagi pasangan suami istri yang sulit untuk mendapatkan keturunan agar dapat hidup normal dan memperpanjang keturunan.
1.      Bibit bukan pasangan suami istri (heterolog)
Inseminasi buatan berasal dari donor sperma laki- laki yang disuntikkan kedalam vagina yang bukan istrinya. Kedua dengan cara pembuahan di luar rahim, dimana pembuahannya diambil dari sel sperma suami istri, kemudian dititipkan ke rahim perempuan lain.
Diantaranya pendapat ulama adalah:
  • Jumhur ulama menghukuminya haram. Karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencampur adukkan nashab dan sebagai akibat, hukumnya anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Sesuai firman Allah dalam surat (At-Tiin: 4) adalah: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya”. Dan hadis Rasululloh Saw: “Tidak boleh orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyirami air spermanya kepada tanaman orang lain ( vagina perempuan bukan istrinya). HR. Abu Daud At- Tarmidzi yang dipandang shahih oleh Ibnu Hibban”.
  • Majlis Tarjih Muhammadiyah melalui Mukhtamar tahun 80-an dengan tegas mengharamkan bayi tabung dengan donor sperma. Begitu juga dengan (OKI) Organisasi Konferensi Islam  juga membuat fatwa yang sama yaitu mengharamkan bayi tabung dari donor sperma.bahkan diluar islam Vatikan tahun 1987, telah mengecam keras pembuatan bayi tabung ibu titipan, karena dipandang tidak bermoral dan bertentangan dengan harkat kemanusian.
  • Robin Rowlan ( Australia) menentang inseminasi buatan dengan donor sperma, karena mempertimbangkan nantinya wanita menjadi incubator buatan. Ninoek Laksono berpendapat jika model inseminasi ini dijalankan maka definisi anak dan ibu menjadi tidak menentu dan akan memunculkan ibu- ibu titipan.
  • Syekh Syaltut berpendapat bahwa mengharamkan mutlak. Karena suatu perbuatan zina dalam satu waktu, sebab intinya adalah satu dan hasilnya satu juga: itu meletakkan sperma laki-laki lain dengan suatu kesengajaan pada lading yang tidak ada ikatan perkawinan secara syara’ yang dilindungi hukum naluri dan syariat agama. Andaikata tidak ada pembatasan- pembatasan dalam masalah bentuk pelanggaran hokum niscaya pencangkokan ini dapat dihukumi berzina yang oleh syariat Allah telah diberi pembatasan dan kitab- kitab agama akan menurunkan ayat tentang itu. Menisbatkan anak kepada selain ayahnya sendiri menyebabkan laknat.
  • Namun berbeda dengan pendapat Dr. Ali. Akbar, menurutnya bahwa inseminasi model kedua yaitu yang berasal dari sperma dan ovum suami istri kemudian kedalam rahim perempuan lain bukanlah perbuatan zina. Karena yang ditanamkan pada rahim orang lain itu adalah sperma dan ovum yang sudah bercampur terlebih dahulu, sehingga hanya menitipkan untuk memperoleh kehidupan, yaitu makanan untuk menjadi bayi yang sempurna. Dibolehkannya menitipkan sperma suami istri yang telah terjadi proses pembuahan kerahim perempuan lain jika si istri dinyatakan secara medis tidak bisa mengandung atau kalaupun bisa akan berbahaya. Maka wanita lain itu hanya berfungsi sebagai titipan saja tempat kelangsungan perkembangbiakkan embrio. Dan wanita yang dititipi tidak ada kaitan apa-apa dengan embrio yang sudah berkembang. Dari sini inseminasi model kedua tidak merusak nasab, karena bibit tetap dari suami istri yang sah. Namun efek negative yang ditimbulkannya juga harus dapat dikendalikan.karena akan munculnya ibu sewaan. Demi karir mungkin banyak perempuan ingin punya anak, tapi tidak mau hamil, dan cukup menitipkan kepada orang lain. Adanya kemungkinan ingkar janji anak yang dilahirkan tidak dikembalikan kepada yang menitipkan kurangnya kasih saying dan sebagainya.
  • Penulis berpendapat adalah usaha untuk memperoleh anak adalah naluriah setiap manusia dan usaha yang dianjurkan oleh agama. Karena dengan cara biasa tidak dapat memperoleh anak, maka hendaklah dapat mengusahakan melalui bayi tabung, termasuk hal yang dianjurkan, namun harus memperhatikan norma- norma agama. Karena bayi tabung lebih banyak berhubungan dengan masalah teknis atau proses memperoleh keturunan. Jika ini sudah dipegang maka suami istri boleh saja menempuh cara yang tidak lazim ( bayi tabung) kalau memang cara alamiah tidak menghasilkan anak. Karena ini termasuk kebutuhan yang daruriyat, selam tidak berbenturan dengan nash yang qat’I bayi tabung dengan sperma yang berasal dari suami istri yang sah, maka hukumnya boleh.
e.       Pandangan gereja.
Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. Metode bayi tabung yang dipelopori sejumlah dokter Inggris ini untuk pertama kali berhasil menghadirkan bayi perempuan bernama Louise Brown pada tahun 1978. Sebelum ditemukannya teknik bayi tabung, untuk menolong pasutri tak subur digunakan teknik inseminasi buatan, yakn idengan cara penyemprotan sejumlah cairan semen suami ke dalam rahim dengan bantuan alat suntik. Dengan cara ini diharapkan sperma lebih mudah bertemu dengan sel telur.Sayang, tingkat keberhasilannya hanya 15%. Pada teknik bayi tabung atau invitro fertilization yang melahirkan Louis Brown, pertama-tama dilakukan perangsangan indung telur sang istri dengan hormon khusus untuk menumbuhkan lebih dari satu sel telur.Perangsangan berlangsung 5 - 6 minggu sampai sel telur dianggap cukup matang dansudah saatnya diambil. Selanjutnya, folikel atau gelembung sel telur diambil tanpa operasi,melainkan dengan tuntunan alat ultra sonografi transvaginal (melalui vagina).Sementara semua sel telur yang berhasil diangkat dieramkan dalam inkubator, air mani suami dikeluarkan dengan cara masturbasi, dibersihkan, kemudian diambil sekitar 50.000 - 100.000 sel sperma. Sperma itu ditebarkan di sekitar sel telur dalam sebuah wadah khusus di dalam laboratorium. Sel telur yang terbuahi normal, ditandai dengan adanya dua sel inti, segera membelah menjadi embrio. Sampai dengan hari ketiga,maksimal empat embrio yang sudah berkembang ditanamkan ke rahim istri. Dua minggu kemudian dilakukan pemeriksaan hormon Beta-HCG dan urine untuk meyakinkan bahwa kehamilan memang terjadi. Sejak kelahiran Louise Brown, teknik bayi tabung atau In-vitro. Fertilization (IVF) semakin populer saja di dunia. Di Indonesia, teknik bayi tabung(IVF) ini pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Anak-Ibu (RSAB) Harapan Kita,Jakarta, pada 1987. Teknik bayi tabung yang kini disebut IVF konvensional itu berhasil melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho Karyanto, pada 2 Mei 1988. Setelah itu lahir sekitar 300 "adik" Nugroho, di antaranya dua kelahiran kembar empat.
Menurut dunia kedokteran metode in vitro ini sangat membantu pasangan suami istri yang susah memiliki keturunan namun hal ini sangat berlawanan dengan apa. Ajaran Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya Evangelium Vitae 14/
The Gospel of Lifeyang mengatakan demikian:³
Bermacam teknik reproduksi buatan [seperti bayi tabung] yang kelihatannya seolah mendukung kehidupan, dan yang sering dilakukan untuk maksud demikian,sesungguhnya membuka pintu ancaman terhadap kehidupan. Terpisah dari kenyataan bahwa hal tersebut tidak dapat diterima secara moral, karena hal itu memisahkan pro-creation dari konteks hubungan suami istri, teknik-teknik yang demikian mempunyai tingkat kegagalan yang cukup tinggi: tidak hanya dalam hal pembuahan (fertilisasi) tetapi juga dari segi perkembangan embryo, yang mempunyai tingkat resiko kematian yang tinggi, umumnya di dalam jangka waktu yang pendek. Lagi pula, jumlah embryo yang dihasilkan sering lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk implantasi ke dalam rahimwanita itu, dan ³spare-embryo´ [embryo cadangan] ini lalu dihancurkan atau digunakan untuk penelitian yang dengan dalih ilmu pengetahuan atau kemajuan ilmu kedokteran, pada dasarnya merendahkan kehidupan manusia pada tingkat ³materi biologis´ sematayang dapat dibuang begitu saja.³
Ajaran itulah salah satu alasan mengapa ³ Bayi tabung ³ ditentang keras olehgereja, alasan lainya sperma yang dihasilkan untuk pembuahan sel telur ( ovum ) adalah melalui Masturbasi yang juga ditentang oleh ajaran gereja yaitu, KGK 2352 menyebutkan:³
Masturbasi adalah rangsangan alat-alat kelamin yang disengaja dengan tujuan membangkit kan kenikmatan seksual. ³Kenyataan ialah bahwa, baik Wewenang Mengajar Gereja dalam tradisinya yang panjang dan tetap sama maupun perasaan susila umat beriman tidak pernah meragukan, untuk mencap masturbasi sebagai satu tindakan yang sangat bertentangan dengan ketertiban´, karena penggunaan kekuatan seksual dengan sengaja, dengan  motif apa pun itu dilakukan, di luar hubungan suami isteri yang normal.
Hal ini menambah deretan penyimpangan yang dilakukan manusia terhadap ajaran gereja yang selalu menghormati kodrat penciptaan Ilahi. Yang meyakini sebuah penciptaan makhluk hidup hakekatnya terbentuk dari pertemuan sperma dan sel telur melalui hubungan seksual, Persatuan sel telur dan sperma yang dilakukan di luar hubungan suamiistri yang normal jelas meniadakan aspek µpersatuan/union antara suami dengan istri.Aspek pro-creation juga disalah gunakan, karena dilakukan secara tidak normal.Jadi kedua aspek hubungan suami  istri yang disebutkan dalam Humanae Vitae 12 yang berisi:³
Dalam Perkawinan ini terdapat dua aspek yang tak terpisahkan, yaitu Union dan Procreation (HV 12), artinya, Perkawinan direncanakan Tuhan untuk mempersatukan suami dan istri, dan persatuan itu selayaknya harus terbuka bagi kelahiran kehidupan baru.Jadi, suami dan istri yang saling mengasihi dengan tulus harusnya bersedia untuk menjadi orang tua jika Tuhan mengaruniakan anak sebagai buah kasih mereka. Dalam hal ini,kesuburan dan anak harus dilihat sebagai berkat dari Tuhan (lih. Kej 1:28), dan bukannya kutuk yang harus dihilangkan.´, tidak dipenuhi dengan normal.
f.       Analisa pribadi
Aspek-aspek yang tercantum dipembahasan sebelumnya merupakan sebagian penyimpangan manusia akan hakikat penciptaan Allah, yang diatur didalam ajaran-ajaran gereja. Karena menurut saya Tuhan telah menciptakan Bumi dan segala isinya besertama khluk hidup beserta sistem yang sangat kompleks yang terdapat didalamnya dan kita bisa menyebutnya kodrat Ilahi. Makhluk hidup baik manusia maupun binatang diciptakan berpasangan dan Tuhan menghendaki kita sebagai makhluk ciptaanNya untuk beranak  pinak dan memenuhi Bumi ciptaanNya ini, melalui jalan proses reproduksi yang juga telahdiciptakan olehNya. Melalui sistem reproduksi ini manusia la ini manusia laki-laki dan manusia perempuan berhubungan badan sehingga sperma laki-laki bertemu untuk membuahi seltelur perempuan didalam rahim perempuan . yang selanjutnya akan bertumbuh didalam rahim perempuan dan akan lahir sebagai buah karunia Tuhan terhadap pasangan laki-lakidan perempuan itu. Pada saat sperma membuahi sel telur dan membentuk embrio yang merupakan  awal kehidupan makhluk hidup telah memiliki nyawa, sehingga mulai saatitulah hak hidupnya sudah harus diperjuangkan. Sehingga sang ibu yang mengandungnya memiliki tanggung jawab untuk menjaga bayi tersebut sebagai perwujudan perlindungan hak hidup bagi sang bayi. Maka sang bayi harus dilahirkan dan dibesarkan dengan sehat dan selamat didunia karena ini merupakan tanggung jawab orang tua.Saat pasangan suami istri melakukan ³ In vitro fertilisasi atau Bayi Tabung ³menurut saya mereka telah menyalahi kodrat Ilahi dan terkesan ingin menyamai Allah sebagai satu-satunya pencipta di dunia ini. Karena melalui ³ In vitro fertilisation ³ inimanusia menurunkan darah daging mereka tanpa melakukan hubungan badan seperti yang dikehendaki oleh Tuhannya. Karena sel sperma tidak bertemu secara langsung melalui hubungan badan dan sperma yang dikeluarkan melalui jalan masturbasi yang juga telah melakukan penyia-nyiaaan penciptaan yang telah diberikan oleh Allah kepada kita. Setelah sel telur diambil beberapa maka akan dibuahi juga yang lain sehingga, total embrio yang telah dibuahi menjadi lebih dari satu , dengan kata lain mereka telah memiliki hak hidup walau dalam wujud embrio. Saat seseorang ditawarkan untuk memproses semua embrio  yang telah berhasil diciptakan, kebanyakan dari mereka sudah enggan menambah keturun atau belum saatnya. Sehingga embrio yang tidak terpakai disimpan didalam lemari pendingin dan jika sudah tidak diinginkan maka embrio yang tidak terpaikai itu harus dimusnahkan. Pemusnahan embrio ini juga merupakan tindakan pembunuhan atau aborsi karena anak dalam wujud embrio pun sudah memiliki hak hidup. Dan lagi pula arti anak sebagai pro-kreasi dari suami dan istri sebagai wujud cinta kasih tidak dapat terwujud karena manusia sudah tidak berhubungan badan sesuai kodrat mereka untuk menurunkan darah daging mereka. Sehingga akan lebih baik jika menurut saya metode ini tidak jadi pilihan dalam mencari keturunan. Ada hal yang lebih baik dan tidak menyalahi aturan kodrati seperti mengadopsi anak di panti asuhan karena dengan hal itu kita tetap mendapatkan kebahagiaan dan kita membantu anak itu untuk mendapatkan hidup yanglayak.
Melihat penjabaran ini, maka kita dapat menyimpulkan bahwa praktek IVF/bayitabung dan ET itu tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, karena beberapa alasan:Umumnya IVF melibatkan aborsi, karena embryo yang tidak bergunadihancurkan/dibuang.






BAB II

1.      Pengertian Kloning

Kloning yaitu;gen-gen yang direkombinasi dan di kembangkan.Kloning berasal dari kata “clone”yang diturunkan dari bahasa yunani”klon”yang artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.kata ini digunakan dalam dua pengertian klon sel adalah sekelompok sel yang identik sifat-sifat genetiknya,semua berasal dari satu sel,klon gen atau molekuler adalah sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang direplikasi dari satu gen yang di masukan dalam sel inang.
Pengertian sederhana adalah cangkok:yaitu pengabungan unsur-unsur hayati dua atau lebih untuk memperoleh manfaat tertentu.
Bidang biologi molekuler,pengertian kloning ini sering dikonokasikan dengan tehnologi pengabungan fragmen(potongan)DNA sehingga pengrtiannya identik dengan tehnologi rekombinan DNA atau rekayasa genetik.
Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya,pada manusia kloning dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah di ambil intinya lalu di satukan dengan sel somatic dari suatu organ tubuh,kemudian hasinya ditanamkan dalam rahim seperti halnya pada bayi tabung.
Macam-macam kloning.
2.      Kloning pada tumbuhan.dilakukan dengan teknik okulasi
3.      Kloning pada hewan dan manusia ,ada beberapa teknik-teknik yang dapat dilakukan,kloning ini dapat berupa kloning emrio dan kloning hewan atau manusia itu sendiri.
Manfaat kloning antara lain:
1.      Kloning dapat membantu`suami isteri yang mempunyai promlem reproduksi untuk memperoleh anak.
2.      Dengan kloning para ilmuan dapat mengobati berbagai macam penyakit akibat rusaknya beberapa gen yang terdapat dalam tubuh manusia.
3.      Kloning memberikan beberapa peluang kepada para ilmuan untuk menentukan karakteristik (fisik dan mental)
4.      Ilmuan dapat menentukan silsilah seseorang yang tak dikenal.
5.      Dapat menjadikan dasar untuk membuktikan pelaku penzinaan.


                                     
2.      Proses kloning pada domba Dolly .
            Perhatikan gambar berikut. Langkah kloning dimulai dengan pengambilan sel puting susu seekor domba. Sel ini disebut sel somatis (sel tubuh). Dari domba betina lain diambil sebuah ovum (sel telur) yang kemudian dihilangkan inti selnya. Proses berikutnya adalah fusi (penyatuan) dua sel tersebut dengan memberikan kejutan listrik yang mengakibatkan ‘terbukanya’ membran sel telur sehingga kedua sel bisa menyatu. Dari langkah ini telah diperoleh sebuah sel telur yang berisi inti sel somatis. Ternyata hasil fusi sel tersebut memperlihatkan sifat yang mirip dengan zigot, dan akan mulai melakukan proses pembelahan.
Sebagai langkah terakhir, ‘zigot’ tersebut akan ditanamkan pada rahim induk domba betina, sehingga sang domba tersebut hamil. Anak domba yang lahir itulah yang dinamakan Dolly, dan memiliki sifat yang sangat sangat mirip dengan domba donor sel puting susu tersebut di atas.
Dolly lahir dengan selamat dan sehat sentausa. Sayangnya selama perjalanan hidupnya dia gampang sakit dan akhirnya mati pada umur 6 tahun, hanya mencapai umur separoh dari rata-rata masa hidup domba normal. Padahal kloning yang dilakukan pada hewan spesies lain tidak mengalami masalah.


Dari hasil penyelidikan kromosomal, ternyata ditemui bahwa Dolly mengalami pemendekan telomere. Telomere adalah suatu pengulangan sekuen DNA yang biasa didapati diujung akhir sebuah kromosom. Uniknya, setiap kali sel membelah dan kromosom melakukan replikasi, sebagian kecil dari ujung kromosom ini selalu hilang entah kemana. Penyebab dan mekanismenya juga belum diketahui sampai sekarang.
Masalah pemendekan telomere ini diketahui menyebabkan munculnya sinyal agar sel berhenti membelah. Hal inilah yang diduga berhubungan erat dengan percepatan penuaan dan kematian. Pemendekan telomere ini ternyata disebabkan oleh aktivitas enzim yang dikenal dengan telomerase.
Sejalan dengan perkembangan teknik kloning, para ilmuwan telah mampu membuka harapan besar untuk menghidupkan kembali satwa-satwa yang telah punah. Seorang profesor Biologi asal Jepang, Teruhiko Wakayama, berhasil membuat kloning dari seekor mencit yang telah beku selama dua dekade. Keberhasilan ini memicu kemungkinan terobosan yang lebih spektakuler lagi, yakni ‘membangkitkan kembali’ makhluk hidup yang telah punah! Misalnya burung Dodo (Raphus cucullatus), serigala Tasmania (Thylacinus cynocephalus), Quagga (Equus quagga), sampai beberapa subspesies dari harimau yang telah punah (Panthera tigris balica, Panthera tigris sondaicus). Ini bukan isapan jempol belaka! Para ilmuwan di San Diego telah mengambil sedikit jaringan dari spesimen awetan banteng Jawa yang telah mati selama beberapa tahun, kemudian mengisolasi DNA banteng Jawa tersebut dan memasukkan inti sel sintesis ke sel telur sapi biasa. Hasilnya, dua ekor banteng Jawa berhasil dilahirkan dari rahim sapi biasa. Jadi impian menghidupkan spesies yang telah punah, seperti Jurassic Park, tidak lagi dianggap science-fiction belaka.
Pengertian sederhanya adalah cangkok; yaitu penggabungan unsur-unsur hayati dua atau lebih untuk memperoleh manfaat tertentu. Di bidang biologi molekuler, pengertian kloning ini sering dikonotasikan dengan teknologi penggabungan fragment (potongan) DNA, sehingga pengertiannya identik dengan teknologi rekombinan DNA atau rekayasa genetik. Namun pengertian di luar itu juga masih tetap digunakan, misalnya  kloning domba dsb, yang merupakan “penggabungan” unsur inti sel dengan  sel telur tanpa inti. Dengan demikian teknologi kloning ini juga termasuk dalam wacana bioteknologi; malah bisa dikatakan sebagai hal yang mendasar untuk bioteknologi.
Teknologi kloning memang memungkinkan untuk dikembangakan ke arah
rekayasa pembuatan jaringan atau organ tertentu. Namun mesti memperhatikan masalah etik (mungkin ada yang punya pandangan tertentu mengenai etika ini?

Ditinjau dari segi ajaran agama, misalnya? Mengenai rekayasa darah untuk keperluan transfusi, meskipun sel darahnya sendiri bisa diusahakan melalui teknologi kloning (melalui stimulasi hematopoietic progenitors, atau dari stem cells-nya), namun mesti juga harus memperhatikan komponen-komponen lainnya selain komponen sel-sel darah.
Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya, pada manusia kloning dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah di ambil intinya lalu disatukan dengan sel somatic dari suatu organ tubu, kemudian hasilnya ditanamkan dalam rahim seperti halnya pada bayi tabung.
Macam-macam teknik pengkloningan: kloning dapat dilakukan terhadap semua makhluk hidup tumbuhan,hewan dan manusia.Pada tumbuhan kloning dapat dilakukan dengan tekhink okulasi,sedangkan pada hewan dan manusia,ada beberapa tekhnik-tekhnik yan dapat dilakukan, kloning ini dapat berupa kloning embrio dan kloning hewan atau manusia itu sendiri.
kloning terhadap hewan atau tumbuhan jika memiliki daya guna bagi kehidupan manusi maka hukumnya mubah/boleh dalilnya : Q.S. Al-Baqoroh:29,Q.S. Al-Jatsiyah
Berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan beberapa ulama’ dapat di ketahui mafsadat dari kloning lebih banyak daripada maslahatnya. oleh karna itu,praktek kloning manusia bertentangan dengan hukum islam dengan demikian kloning manusia dalam islam hukumnya haram.Dalil-dalil keharaman.:Q.S. An-Najm:45-46, Q.S. Al-Qiyamah:37-38,Q.S.Al-Hujurat:13,Q.S.Al-Ahzab:5,Q.S.Al-Israa’:70,Q.S.At-tiin:4.

 

 












3.      Perbedaan Kloning Dengan Bayi Tabung

Kloning merupakan bagian dari teknologi rekayasa reproduksi, yakni pembiakan yang dilakukan secara aseksual (tanpa hubungan seksual).
Prosesnya dimulai dengan mengambil inti sel dari salah satu bagian tubuh seseorang, bisa dari rambut, kulit, atau bagian lainnya. Lalu inti sel diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini dilakukan karena kloning dibuat dengan cara menyisipkan inti sel orang dewasa, misalnya sel kulit, ke sel telur seorang wanita yang telah dibuang inti selnya.
Sel telur yang telah disisipi inti sel itu kemudian distimulasi agar berkembang menjadi embrio di laboratorium. Selanjutnya, embrio dimasukkan ke rahim perempuan agar berkembang menjadi janin. Pemilik rahim bisa ibu yang memiliki sel telur tersebut atau di"kos"kan ke rahim wanita lain. Proses selanjutnya, tinggal menunggu pertumbuhan embrio tersebut seperti pada kehamilan biasa.
Yang khusus pada rekayasa reproduksi ini,tidak adanya fungsi sperma, melainkan digantikan inti sel (DNA) yang memenuhi syarat medis dan atau memenuhi kualifikasi lainnya. Dengan demikian, pembuahan bayi kloning tanpa melalui proses sanggama.

4.      Kloning VS Bayi Tabung
Apa beda teknologi kloning dengan teknologi bayi tabung? Teknologi kloning pada dasarnya merupakan teknologi yang beda dari teknologi bayi tabung karena proses pertemuannya berbeda. Pada teknologi bayi tabung, sel sperma (23 kromosom) dipertemukan dengan sel telur (23 kromosom) di luar tubuh. Setelah menyatu (46 kromosom) dan berkembang hingga menjadi beberapa sel, baru dikembalikan ke rahim ibu.
Sementara pada kloning, inti sel telur (23 kromosom) dibuang dan diganti dengan inti sel "dewasa" (46 kromosom), kemudian dibiarkan berkembang menjadi beberapa sel, lalu dikembalikan ke rahim ibu untuk dilanjutkan perkembangannya menjadi manusia baru.
Bedanya, kalau janin hasil teknologi bayi tabung membawa campuran ciri ibu dan ciri bapaknya, seperti pada janin-janin umumnya, janin hasil kloning sepenuhnya membawa ciri dari sumber sel yang intinya dimasukkan ke sel telur.


Proses kloning juga bisa dilakukan terhadap seseorang yang sudah meninggal. Sepanjang keadaan selnya masih bagus sehingga DNA-nya juga utuh, mungkin saja dijadikan sumber donor. Bahkan kalau kita punya simpanan dari tubuh orang yang mati itu, kita bisa mengkloningnya lagi. Entah dari rambut atau kulit yang disimpan.

5.      Membohongi masyarakat.
Sebetulnya kloning terhadap manusia masih sangat diragukan keberhasilannya. Meski banyak binatang telah berhasil dikloning, sejauh ini belum ada ilmuwan yang berhasil mengkloning simpanse atau primata lain yang mirip manusia. Kemungkinan berhasilnya adalah empat per seribu. Sangat kecil. Jadi, dari seribu kloning,hanya 4 yang kemungkinan berhasil.
Selain itu, masalah ini pun banyak mengundang kontroversi. Meski alasannya untuk menolong pasangan yang sulit memiliki anak, tetap saja kloning adalah bentuk pembohongan kepada publik. Karena kloning adalah menciptakan kembaran, bukan menciptakan anak. Sebab, prosesnya dengan menggunakan inti sel (DNA) yang sudah dewasa, bukan inti sperma dan inti telur.
Ditinjau dari kebenaran ilmu, sebetulnya kloning bukan cara reproduksi yang benar pada manusia, karena cara kloning adalah cara berkembang biak bakteri. Bakteri berkembang biak dari satu bakteri membelah menjadi dua, dua menjadi empat, beberapa waktu kemudian dari empat menjadi delapan, dan seterusnya. Itulah cara kloning yang alami dari bakteri yang merupakan makhluk satu sel.
Sedangkan manusia bukan makhluk satu sel, tapi banyak sel.Dia berkembang biak atas dasar pertemuan antara sperma laki-laki dan sel telur perempuan. Setelah sel telur dan sperma bertemu, baru bisa berkembang menjadi embrio, terus jadi janin. Dengan pertemuan itu, maka janin membawa bibit materi genetik dari ibu dan dari bapak. Sehingga setiap anak akan mempunyai materi keturunan kurang lebih 50 persen dari ibu dan 50 persen dari bapak. Setiap orang akan mirip ke ibunya atau ke bapaknya. Ini adalah reproduksi yang normal pada manusia.





6.      Kembaran bukan keturunan
Karena pada proses kloning caranya berbeda, masalah akan muncul di tahap berikut. Pada manusia, yang diklon hanya satu orang. Misalnya, berdasar wawancara, si perempuan punya sel telur, sedangkan suami tidak punya sperma. Lalu diambil inti sel (DNA) dari bagian tubuh si suami, kemudian dipertemukan dengan sel telur istri yang sudah dikeluarkan intinya diganti dengan inti sel dewasa suami. Selanjutnya yang tumbuh secara genetik menjadi embrio adalah genetik suami 100 persen karena yang ada di dalam sel telur tersebut adalah sel inti suami.
Kesimpulannya, meski berasal dari DNA suami dan sel telur istri kemudian dikembangkan di dalam rahim, bukan berarti ia adalah anak suami-istri tersebut, melainkan kembaran si suami. Ini membohongi masyarakat. Katanya menolong pasangan yang tidak bisa punya anak, tetapi pada hakekatnya bukan anaknya. Secara ilmiah, itu adalah kembarannya yang lahirnya berbeda hingga berpuluh tahun. Jika diklon di usia 50 tahun, berarti usianya tinggal 20 tahun bila mengikuti usia rata-rata hidup manusia.
Selain itu, pada proses reproduksi manusia yang normal, bisa ditelusuri siapa bapak-ibunya. Tetapi hal itu tak bisa diketahui bila dengan cara kloning. Sebab, dia sebetulnya adalah kembaran dari manusia yang diklon.
Jadi bayi itu seolah-olah anak dari bapak-ibu yang mengklon, padahal bisa saja pasangan tadi tak tahu-menahu tentang anak itu. Atau mungkin saja bapak-ibunya sudah meninggal. Lalu siapa sebenarnya bapak-ibunya?Ini akan mengganggu struktur sosial masyarakat.
Contoh lain, misalnya, dengan kloning orang bisa seenaknya membuat kembaran orang lain. Bila ingin menciptakan orang genius, tinggal mengambil sel DNA-nya, selanjutnya bisa ditanam di rahim siapa pun yang bersedia.

7.      Dihantui berbagai kelainan
Kloning manusia bermula dari keberhasilan mengkloning binatang mamalia seperti domba. Hal ini memicu ilmuwan untuk mengkloning manusia karena manusia juga termasuk ke dalam mamalia. Namun, seperti halnya juga hewan mamalia, risiko yang akan dihadapi manusia juga sangat besar. Bahkan mungkin lebih besar.
Kemungkinan keguguran, kematian prematur, penyakit turunan, cacat bawaan, yang telah terjadi saat mengkloning hewan, akan juga dialami pada manusia. Ini jelas merupakan hal yang tidak etis dilakukan.
Meski ada kabar yang menyatakan kloning membuka peluang untuk menumbuhkan janin yang terbebas dari penyakit turunan bawaan seperti diabetes, alzheimer, leukemia, parkinson, bahkan obesitas, tapi akibat negatifnya lebih besar dibanding positifnya.
Berdasar berbagai percobaan yang dilakukan, memang hasilnya sangat mengandung bahaya. Kloning pada tikus di Jepang, misalnya, menunjukkan tikus-tikus yang dihasilkan banyak yang mengalami aborsi spontan, punya kerusakan pada sistem kekebalan tubuhnya, berisiko mati karena radang paru, kegagalan fungsi hati, dan segala macam keabnormalan lainnya. Sementara penelitian pada kloning sapi di Perancis membuktikan, sapi yang diklon dari sel-sel telinga punya gangguan darah dan fungsi jantung yang mematikan. Atau kambing yang dikloning ilmuwan Cina dari sel telinga kambing dewasa, mati 36 jam setelah dilahirkan. Ia mengalami kegagalan pernapasan karena paru-parunya tidak berkembang. Semua itulah yang membuat para ahli sangat khawatir bila kloning pada manusia, bakal terjadi hal  .                        
Dinamakan Dolly, dan memiliki sifat yang sangat sangat mirip dengan domba donor sel puting susu tersebut di atas.
Dolly lahir dengan selamat dan sehat sentausa. Sayangnya selama perjalanan hidupnya dia gampang sakit dan akhirnya mati pada umur 6 tahun, hanya mencapai umur separoh dari rata-rata masa hidup domba normal. Padahal kloning yang dilakukan pada hewan spesies lain tidak mengalami masalah.
Dari hasil penyelidikan kromosomal, ternyata ditemui bahwa Dolly mengalami pemendekan telomere. Telomere adalah suatu pengulangan sekuen DNA yang biasa didapati diujung akhir sebuah kromosom. Uniknya, setiap kali sel membelah dan kromosom melakukan replikasi, sebagian kecil dari ujung kromosom ini selalu hilang entah kemana. Penyebab dan mekanismenya juga belum diketahui sampai sekarang.
Masalah pemendekan telomere ini diketahui menyebabkan munculnya sinyal agar sel berhenti membelah. Hal inilah yang diduga berhubungan erat dengan percepatan penuaan dan kematian. Pemendekan telomere ini ternyata disebabkan oleh aktivitas enzim yang dikenal dengan telomerase.
Sejalan dengan perkembangan teknik kloning, para ilmuwan telah mampu membuka harapan besar untuk menghidupkan kembali satwa-satwa yang telah punah. Seorang profesor Biologi asal Jepang, Teruhiko Wakayama, berhasil membuat kloning dari seekor mencit yang telah beku selama dua dekade. Keberhasilan ini memicu kemungkinan terobosan yang lebih spektakuler lagi, yakni ‘membangkitkan kembali’ makhluk hidup yang telah punah! Misalnya burung Dodo (Raphus cucullatus), serigala Tasmania (Thylacinus cynocephalus), Quagga (Equus quagga), sampai beberapa subspesies dari harimau yang telah punah (Panthera tigris balica, Panthera tigris sondaicus). Ini bukan isapan jempol belaka! Para ilmuwan di San Diego telah mengambil sedikit jaringan dari spesimen awetan banteng Jawa yang telah mati selama beberapa tahun, kemudian mengisolasi DNA banteng Jawa tersebut dan memasukkan inti sel sintesis ke sel telur sapi biasa. Hasilnya, dua ekor banteng Jawa berhasil dilahirkan dari rahim sapi biasa. Jadi impian menghidupkan spesies yang telah punah, seperti Jurassic Park, tidak lagi dianggap science-fiction belaka.

8.      Proses kloning pada manusia.
Sel sperma dan sel telur dievaluasi kualitasnya dan hanya sel sperma dan sel telur yang berkualitas digunakan untuk fertilisasi. Fertilisasi dilakukan di dalam cawan petri yang mengandung media sesuai dengan kondisi in vivo, kemudian disimpan dalam inkubator sampai  embrio berkembang.  Embrio yang berkembang dengan kualitas excellent dipilih untuk ditransfer ke dalam rahim donor (mother hoster).  Selanjutnya embrio dipelihara dalam rahim donor sampai dilahirkan.
Dalam perkembangan teknik ini, sel sperma atau sel telur tidak hanya diperoleh dari pasangan yang menikah tetapi juga dapat diperoleh dari bank sperma atau pendonor sperma/sel telur. Disamping itu, embrio yang dihasilkan tidak hanya ditransfer kembali ke rahim ibunya tetapi  dapat juga kerahim wanita lain. Contoh kasus seorang wanita  post menopausal berusia 59 tahun  berhasil melahirkan anak kembar pada tahun 1993 (Squier, 1994). Ilustrasi metode fertilisasi in vitro ditunjukkan pada Gambar 1.


Kloning adalah upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang secara genetik identik.  Metode ini dapat dilakukan melalui proses sexual dengan fertilisasi in vitro dan aseksual dengan menggunakan sel somatis sebagai sumber gen (Gambar2).  Pada kloning seksual, langkah awal yang dilakukan adalah fertilisasi in vitro.  Setelah embrio terbentuk dan berkembang mencapai 4 sampai 8 sel maka dilakukan splitting (pemotongan dengan teknik mikromanipulasi) menjadi dua atau empat bagian.  Bagian-bagian embrio ini dapat ditumbuhkan kembali  dalam inkubator hingga berkembang menjadi  embrio normal yang memiliki genetik sama.  Setelah mencapai fase blastosis, embrio tersebut ditransfer kembali ke dalam rahim ibu sampai umur 9 bulan.  Berbeda dengan kloning seksual, pada kloning aseksual, fertilisasi tidak dilakukan menggunakan sperma, melainkan hanya sebuah  sel telur terfertilisasi semu yang dikeluarkan pronukleusnya dan sel somatis.  Karenanya, bila pada kloning seksual, genetik anak berasal dari kedua orang tuanya, maka pada kloning aseksual, genetik anak sama dengan genetik penyumbang sel somatis.

9.      Kloning dalam hukum islam
Islam mengakui hubungan suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi pembentukan masyarakat yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang lahir dalam ikatan perkawinan membawa komponen-komponen genetis dari kedua orang tuanya, dan kombinasi genetis inilah yang memberi mereka identitas. Karena itu, kegelisahan umat Islam dalam hal ini adalah bahwa replikasi genetis semacam ini akan berakibat negatif pada hubungan suami-isteri dan hubungan anak-orang tua, dan akan berujung pada kehancuran institusi keluarga Islam. Lebih jauh, kloning manusia akan merenggut anak-anak dari akar (nenek moyang) mereka serta merusak aturan hukum Islam tentang waris yang didasarkan pada pertalian darah.
Berikutnya, KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz Sachedina dan Imam Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan mengandung ancaman bagi kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau mengakibatkan hancurnya lembaga keluarga, merosotnya nilai manusia, menantang Tuhan, dengan bermain tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.
M. Kuswandi, staf pengajar Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta juga berpendapat teknik kloning diharamkan, dengan argumentasi: menghancurkan institusi pernikahan yang mulia (misal: tumbuh suburnya lesbian, tidak perlu laki-laki untuk memproduksi anak), juga akan menghancurkan manusia sendiri (dari sudut evolusi, makhluk yang sesuai dengan environment-nya yang dapat hidup).
Dari sudut agama dapat dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak waris dan pernikahan (muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai DNA dari donor nukleus saja, sehingga walaupun nukleus berasal dari suami (ayah si anak), maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA ibunya. Dia seperti bukan anak ibunya (tak ada hubungan darah, hanya sebagai anak susuan) dan persis bapaknya (haram menikah dengan saudara sepupunya, terlebih saudara sepupunya hasil kloning juga). Selain itu, menyangkut masalah kejiwaan, bila melihat bahwa beberapa kelakuan abnormal seperti kriminalitas, alkoholik dan homoseks disebabkan kelainan kromosan. Demikian pula masalah kejiwaan bagi anak-anak yang diasuh oleh single parent, barangkali akan lebih kompleks masalahnya bagi donor nukleus bukan dari suami dan yang mengandung bukan ibunya.
Sedangkan ulama yang membolehkan melakukan kloning mengemukakan alasan sebagai berikut:
  1. Dalam Islam, kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
  2. Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan sampai ke negri Cina sekalipun).
  3. Islam menyampaikan bahwa Allah selalu Dalam Islam, kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
  4. Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan sampai ke negri Cina sekalipun).
  5. Islam menyampaikan bahwa Allah selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia ketahui (lihat QS. 96/al-’Alaq).
  6. Allah menyatakan, bahwa manusia tidak akan menguasai ilmu tanpa seizin Allah (lihat ayat Kursi pada QS. 2/al-Baqarah: 255).
Dengan landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan teknologi bayi tabung, rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga bagian dari takdir (kehendak) Ilahi, dan dikuasai manusia dengan seizin-Nya. Penolakan terhadap kemajuan teknologi itu justru bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Islam.
Ada juga di kalangan umat Islam yang tidak terburu-buru mengharamkan ataupun membolehkan, namun dilihat dahulu sisi-sisi kemanfaatan dan kemudharatan di dalamnya. Argumentasi yang dikemukakan sebagai berikut:
Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan para ilmuan sebenarnya masih bersifat tentative, bahwa argumen para ulama/ilmuan yang menolak aplikasi kloning pada manusia hanya melihatnya dari satu sisi, yakni sisi implikasi praktis atau sisi applied science dari teknik kloning. Wilayah applied science yang mempunyai implikasi sosial praktis sudah barang tentu mempunyai logika tersendiri. Mereka kurang menyentuh sisi pure science (ilmu-ilmu dasar) dari teknik kloning, yang bisa berjalan terus di laboratorium baik ada larangan maupun tidak. Wilayah pure science juga punya dasar pemikiran dan logika tersendiri pula.
Dalam mencari batas “keseimbangan” antara kemajuan IPTEK dan Doktrin Agama, pertanyaan yang dapat diajukan adalah sejuh mana para ilmuan, budayawan dan agamawan dapat berlaku adil dalam melihat kedua fenomena yang berbeda misi dan orientasi tersebut? Menekankan satu sisi dengan melupakan atau menganggap tidak adanya sisi yang lain, cepat atau lambat, akan membuat orang “tertipu” dan “kecewa”. Dari situ barangkali perlu dipikirkan format kajian dan telaah yang lebih seimbang, arif, hati-hati untuk menyikapi dan memahami kedua sisi tersebut sekaligus. Sudah tidak zamannya sekarang, jika seseorang ingin menelaah persoalan kloning secara utuh, tetapi tidak memperhatikan kedua sisi tersebut secara sekaligus.
Selanjutnya, ada pula agamawan sekaligus ilmuan menyatakan bahwa tujuan agama menurut penuturan Imam al-Syatibi yang bersifat dharuri ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itulah maka kloning itu kita uji dari sesuai atau tidaknya dengan tujuan agama. Bila sesuai, maka tidak ada keberatannya kloning itu kita restui, tetapi bila bertentangan dengan tujuan-tujuan syara’ tentulah kita cegah agar tidak menimbulkan bencana. Kesimpulan yang diberikan klonasi ovum manusia itu tidak sejalan dengan tujuan agama, memelihara jiwa, akal, keturunan maupun harta, dan di beberapa aspek terlihat pertentangannya.
Untuk menentukan apakah syari’at membenarkan pengambilan manfaat terapeutik dari kloning manusia, kita harus mengevaluasi manfaat vis a vis mudharat dari praktek ini. Dengan berpijak pada kerangka pemikiran ini, maka manfaat dan mudharat terapeutik dari kloning manusia dapat diuraikan sebagai berikut:
ü  Mengobati penyakit. Teknologi kloning kelak dapat membantu manusia dalam menentukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang, lemak, jaringan penyambung atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk tujuan bedah penyembuhan dan bedah kecantikan. Sekedar melakukan riset kloning manusia dalam rangka menemukan obat atau menyingkap misteri-misteri penyakit yang hingga kini dianggap tidak dapat disembuhkan adalah boleh, bahkan dapat dijustifikasikan pelaksanaan riset-riset seperti ini karena ada sebuah hadits yang menyebutkan: “Untuk setiap penyakit ada obatnya”. Namun, perlu ditegaskan bahwa pengujian tentang ada tidaknya penyakit keturunan pada janin-janin hasil kloning guna menghancurkan janin yang terdeteksi mengandung penyakit tesebut dapat melanggar hak hidup manusia.

ü  Infertilitas. Kloning manusia memang dapat memecahkan problem ketidaksuburan, tetapi tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schieneke, J. Mc. Whir, A.J. Kind, dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum akhirnya berhasil mengkloning “Dolly”. Kloning manusia tentu  akan melewati prosedur yang jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk menghasilkan sebuah klon yang mampu bertahan hidup akan terjadi banyak sekali keguguran dan kematian. Lebih jauh, dari sekian banyak embrio yang dihasilkan hanya satu embrio, yang akhirnya ditanam ke rahim wanita pengandung sehingga embrio-embrio lainnya akan dibuang atau dihancurkan. Hal ini tentu akan menimbulkan problem serius, karena nenurut syari’at pengancuran embrio adalah sebuah kejahatan. Selain itu, teknologi kloning melanggar sunnatullah dalam proses normal penciptaan manusia, yaitu bereproduksi tanpa pasangan seks, dan hal ini akan meruntuhkan institusi perkawinan. Produksi manusia-manusia kloning juga sebagaimana dikemukakan di atas, akan berdampak negatif pada hukum waris Islam (al-mirâts).
ü  Organ-organ untuk transplantasi. Ada kemungkinan bahwa kelak manusia dapat mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio hasil kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil kloning. Manipulasi teknologi untuk mengambil manfaat dari manusia hasil kloning ini dipandang sebagai kejahatan oleh hukum Islam, karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap hidup manusia Namun, jika penumbuhan kembali organ tubuh manusia benar-benar dapat dilakukan, maka syari’at tidak dapat menolak pelaksanaan prosedur ini dalam rangka menumbuhkan kembali organ yang hilang dari tubuh seseorang, misalnya pada korban kecelakaan kerja di pertambangan atau kecelakaan-kecelakaan lainnya. Tetapi, akan muncul pertanyaan mengenai kebolehan menumbuhkan kembali organ tubuh seseorang yang dipotong akibat kejahatan yang pernah dilakukan.
ü  Menghambat Proses Penuaan. Ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning. Namun hal ini bertentangan dengan hadits yang menceritakan peristiwa berikut:
Orang-orang Baduy datang kepada Nabi SAW, dan berkata: “Hai Rasulallah, haruskah kita mengobati diri kita sendiri? Nabi SAW menjawab: “Ya, wahai hamba-hamba Allah, kalian harus mengobati (diri kalian sendiri) karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit tanpa menyediakan obatnya, kecuali satu macam penyakit”. Mereka bertanya: “Apa itu?” Nabi SAW menjawab: “Penuaan

Jual beli embrio dan sel. Sebuah riset bisa saja mucul untuk memperjual-belikan embrio dan sel-sel tubuh hasil kloning. Transaksi-transaksi semacam ini dianggap bâthil (tidak sah) berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1.      Seseorang tidak boleh memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya.
2.      Sebuah hadits menyatakan: “Di antara orang-orang yang akan dimintai pertanggungjawaban pada Hari Akhir adalah orang yang menjual manusia merdeka dan memakan hasilnya”.
Kloning terhadap tumbuhan atau hewan jika memiliki daya guna bagi kehidupan manusia maka hukumnya mubah/boleh.dalilnya q.s.Albaqarah 29.
Kloning manusia bertentangan dengan hukum islam. Hukumnya haram.q.s.An.najam:45-46.Alqiamah.37-38.Alhujarat 13.Alahzab 5.Alisrak 70.Attin 4.
Dengan demikian, potensi keburukan yang terkandung dalam teknologi kloning manusia jauh lebih besar daripada kebaikan yang bisa diperoleh darinya, dan karenanya umat Islam tidak dibenarkan mengambil manfaat terapeutik dari kloning manusia













10.  Kloning dalam hukum kristen.
Pandangan Kristen mengenai proses kloning manusia dapat ditelaah dalam terang beberapa prinsip Alkitabiah. Pertama, umat manusia diciptakan dalam rupa Allah, dan karena itu, bersifat unik. Kejadian 1:26-27 menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam rupa dan gambar Allah, dan bersifat unik dibandingan dengan ciptaan-ciptaan lainnya. Jelaslah bahwa itu adalah sesuatu yang perlu dihargai dan tidak diperlakukan seperti komoditas yang dijual atau diperdagangkan. Sebagian orang mempromosikan kloning manusia dengan tujuan untuk menciptakan organ pengganti untuk orang-orang yang membutuhkan pengcangkokan namun tidak dapat menemukan donor yang cocok. Pemikirannya adalah mengambil DNA sendiri dan menciptakan organ duplikat yang terdiri dari DNA itu sendiri akan sangat mengurangi kemungkinan penolakan terhadap organ itu. Walaupun ini mungkin benar, masalahnya melakukan hal yang demikian amat merendahkan kehidupan manusia. Proses kloning menuntut penggunaan embrio manusia; dan walaupun sel dapat dihasilkan untuk membuat organ yang baru, untuk mendapatkan DNA yang diperlukan beberapa embrio harus dimatikan. Pada hakikatnya kloning akan “membuang” banyak embrio manusia sebagai “barang sampah,” meniadakan kesempatan untuk embrio-embrio itu bertumbuh dewasa.
Mengenai apakah klon memiliki jiwa, kita lihat kembali pada penciptaan hidup. Kejadian 2:7 mengatakan, “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Inilah gambaran Allah menciptakan jiwa manusia. Jiwa adalah siapa kita, bukan apa yang kita miliki (1 Korintus 15:45). Pertanyaannya adalah jiwa seperti apa yang akan diciptakan oleh kloning manusia? Ini bukanlah pertanyaan yang dapat kita jawab saat ini.
Banyak orang percaya bahwa hidup tidak dimulai pada saat pembuahan dengan terbentuknya embrio, dan karena itu embrio bukan betul-betul manusia. Alkitab mengajarkan hal yang berbeda. Mazmur 139:13-16 mengatakan, “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.” Penulis, Daud, menyatakan bahwa dia dikenal secara pribadi oleh Allah sebelum dia dilahirkan, berarti bahwa pada saat pembuahannya dia adalah manusia dengan masa depan dan Allah mengenal Dia dengan dekat.
Selanjutnya, Yesaya 49:1-5 berbicara mengenai Allah memanggil Yesaya untuk melayani sebagai nabi ketika dia masih berada dalam kandungan ibu. Yohanes Pembaptis juga dipenuhi dengan Roh Kudus ketika dia masih berada dalam kandungan (Lukas 1:15). Semua ini menunjuk pada pendirian Alkitab bahwa hidup dimulai pada saat pembuahan. Dalam terang ini, kloning manusia, bersama dengan dirusaknya embrio manusia, tidaklah sejalan dengan pandangan Alkitab mengenai hidup manusia.
Lebih dari itu, kalau manusia diciptakan, tentulah ada Sang Pencipta, dan karena itu manusia tunduk dan bertanggung manusia tunduk dan bertanggung jawab kepada Sang Pencipta itu. Sekalipun pandangan umum – pandangan psikologi sekuler dan humanistik – mau orang percaya bahwa manusia tidak bertanggung jawab kepada siapapun kecuali dirinya sendiri, dan bahwa manusia adalah otoritas tertinggi, Alkitab mengajarkan hal yang berbeda. Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia, dan memberi manusia tanggung jawab atas bumi ini (Kejadian 1:28-29 dan Kejadian 9:1-2). Dengan tanggung jawab ini ada akuntabilitas kepada Allah. Manusia bukan penguasa tertinggi atas dirinya dan karena itu dia tidak dalam posisi untuk membuat keputusan sendiri mengenai nilai hidup manusia. Ilmu pengetahuan juga bukan otoritas yang menentukan etis tidaknya kloning manusia, aborsi, atau eutanasia. Menurut Alkitab, Allah adalah satu-satuNya yang memiliki hak kedaulatan mutlak atas hidup manusia. Berusaha mengontrol hal-hal sedemikian adalah menempatkan diri pada posisi Allah. Jelaslah bahwa manusia tidak boleh melakukan hal demikian.
Kalau kita melihat manusia semata-mata sebagai salah satu ciptaan dan bukan sebagai ciptaan yang unik, dan manusia adalah ciptaan yang unik, maka tidak sulit untuk melihat manusia tidak lebih dari peralatan yang perlu dirawat dan diperbaiki. Namun kita bukanlah sekedar kumpulan molekul dan unsur-unsur kimia. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Allah menciptakan setiap kita dan memiliki rencana khusus untuk setiap kita. Lebih lagi, Dia menginginkan hubungan pribadi dengan setiap kita, melalui Anak-Nya, Yesus Kristus.

Materi Referensi:

Sekalipun ada aspek-aspek kloning manusia yang mungkin bermanfaat, umat manusia tidak punya kontrol terhadap arah perkembangan teknologi kloning. Adalah bodoh kalau beranggapan bahwa niat baik akan mengarahkan penggunaan kloning. Manusia tidak dalam posisi untuk menjalankan tanggung jawab atau memberi penilaian yang harus dilakukan untuk mengatur kloning manusia.


BAB III
ETIKA TEKNOLOGI MUTAKHIR
A.    ETIKA FERTILISASI IN VITRO
Secara umum angka keberhasilan fertilisasi in vitro  relatif sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Untuk meningkatkan angka keberhasilan, diciptakan modifikasi-modifikasi teknik fertilisasi in vitro yaitu:
a.         Teknik GIFT (Gamet Intra Fallopian Transfer) atau Tandur Alih Garnet Intra Tuba (TAGIT)
b.         Teknik ZIFT (Zygote Intra Fallopian Transfer) atau Tandur Alih Zigot Intra Tuba (TAZIT).

1.      Fertilisasi In Vitro Ditinjau Dari Segi Hukum
Pelaksanaan FIV hanya dibenarkan diselenggarakan okh profesi Kedokteran. Oleh arena itu, harus dibentuk sistem perizinan bagi rumah sakit-rumah sakit dan lembaga-lemhaga yang diizinkan menyimpang semen, ova dan embrio, juga yang memusnahkan jaringan tersebut dan yang berwenang untuk menerima jaringan tersebut. Perlu ditentukan pula lamanya penyimpangan jaringan biologis tersebut.
Harus ditegakkan kebijakan dalam hal kegiatan komersial. Komersial dari jaringan-jaringan reproduksi dan penggantian rugi dalam hal donor jaringan reproduksi tersebut dan kemungkinan mengkomersialisasikan hal-hal tersebut. Keterangan-keterangan harus ditulis pada sertifikat kelahiran anak-anak yang dilahirkan sebagai hasil dari donasi sperma atau ova (atau kedua-duanya). Harus ditegakkan secara hukum anonimitas atau kerahasiaan yang dituntut oleh donor atau mengenai kerahasian untuk memberi informasi mengenai donor, sedangkan, pada pihak lain ditegakkan pula hak seorang anak untuk mengenal asal-usul biogiknya. Suatu kebijakan harus dikembangkan mengenai donor jaringan yang memberi informasi (keterangan) palsu mengenai kesehatannya dalam kasus-kasus dimana terdapat kemungkinan bahwa sebuah penyakit ginetik yang dapat diturunkan. Suatu kebijakan harus dikembangkan mengenai wewenang atau kontrol terhadap jaringan reproduktif. Ada keraguan-keraguan secara hukum apakah hak milik dapat diterapkan mengenai bagian-bagian tubuh manusia. Meskipun terdapat keragu-raguan, jawaban harus memberikan terhadap pertanyaan apakah jaringan-jaringan yang didonasi boleh dipakai dan boleh dimusnahkan.
Jawaban jawaban juga harus membahas hal-hal seperti, jika tidak ada alamat donornya, jika donor telah meninggal, jika terdapat persengketaan antara dua donor yang telah dipersatukan dan kebutuhan rumah sakit untuk melakukan pembedahan secara efesien.
Marilah kita menuju beberapa hukum yang berlaku di dunia Barat.
Etika dalam pelaksanaan dan kontrol berbagai penatalaksanaan infertilitas dan penelitian embrio banyak didiskusikan di seluruh dunia. Di beberapa negara, semua jenis penelitian embrio diperbolehkan apabila tidak ada pengganti untuk embrio tersebut. Di negara-negara lain, beberapa penelitian, seperti pembuahan hibrid manusial/ binatang adalah terlarang. Di negara-negara yang tidak ada pengaturan secara formal sama sekali, terdapat beberapa peraturan oleh tiap-tiap profesional sendiri, tetapi di negara seperti inilah batas-batas etik berada dalam bahaya yang besar.
Menurut survey oleh Gunning dan English, di tahun 1993 tidak ada hukum formal pada FIV dan penelitian embrio di Belgia, Kanada, Yunani, Italia, Jepang (di mana mereka hanya di bawah kontrol perkumpulan profesional), Belanda dan Protugal. Meskipun tidak ada hukum secara nasional di negara-negara federal seperti Australia, USA atau Switzerland, yang daerah masing-masing mempunyai hukum yang berbeda tentang FIV tetapi semua melarang penelitian pada embrio hasil surrogacy.

2.      Aspek-Aspek Etik Dari FIV
Setelah Kontroversi dan ketidakpastian pada tahun-tahun awal, sekarang FIV telah diterima secara luas sebagai tindakan kedokteran untuk menolong pasangan¬-pasangan infertil. Telah dilaporkan bahwa di USA saja terdapat kira-kira seratus pusat FIV dan tiga puluh pusat di tempat-tempat yang lain (Warnock Report 1984, England dan Warnock Report 1982, Australia).
Akan tetapi, dari pihak agama masih ada yang menentang FIV dan aspek etik yang berupa konsep bahwa kehidupan manusia harus dilindungi. Terdapat eksperimentasi dan intervensi secara klinik yang secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan kelangsungan hidup.
Masalah yang harus dibicarakan adalah sebagai berikut.
1.        Apakah status secara moral manusia yang sedang berkembang pada saat awal fertilisasi ? Hal tersebut dapat dibicarakan dalam analogi dengan abortus. Akan tetapi, dengan majunya teknik kedokteran seperti USG, foetal surgery, kita sekarang meninjau kembali status moral/ etik embrio yang sedang berkembang dan fetus sebagaimana ia berkembang dari sebuah sel menjadi seorang anak.



2.        Siapa yang bertanggung jawab secara moral terhadap nasib embrio dan fetus. Memperoleh hak kedudukan (status), status sebagai apa?
a.       Seorang manusia ?
b.      Atau seorang pasien ?
c.       Bagaimana kedudukan dokter, orang tua, dan pemerintah dalam hal kesejahteraan embrio/fetus? Apakah harus ada perlindungan terutama terhadap kesatuan yang sedang berkembang itu (embrio manusia) ?

3.      Apakah Ada Hal Moral Untuk Berprokreasi ?
Benarkah bahwa keinginan sepasang suami isteri yang infertil harus dipenuhi ? Dapatkah hal tersebut dibenarkan jika ditinjau dari prioritas yang lain? Keinginan-keinginan secara individual yang akan membawa pendanaan yang begitu besar, dapatkah hal tersebut dipertanggung-jawabkan secara ekonomis ?
Apakah embrio-embrio manusia yang tidak dipakai dibutuhkan untuk maksud-maksud penelitian ?
Dapatkah embrio-embrio manusia dipergunakan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan kalau dalam hal tersebut dapat dipergunakan embrio-embrio spesies lain. Apakah masih perlu embrio manusia ? Apakah efek sosial dari teknik FIV akan merugikan status moral keluarga ? Apakah yang mula-mula diinginkan adalah mempunyai keturunan? Dapat berakibat antikeluarga karena hubungan tradisional antara ibu-ayah menjadi tidak jelas?

4.      Bagaimana Jika Pihak Ketiga Tidak Ikut Serta ?
Di dalam reproduksi manusia yang paling banyak dipergunakan adalah donor sperma. Berapa besar kepentingan secara moral dengan kelainan secara genetik yang didapat anak hasil donasi sperma dan anak yang diadopsi sebagai embrio?
Baik AID maupun FIV merusak hubungan eksklusif secara seksual karena hal tersebut pada kedua tindakan tidak dibutuhkan sehingga donor sperma pada FIV secara etis dapat dipertanggungjawabkan jika keadaan memang membenarkan hal tersebut.





5.      Donasi Ovum Atau Embrio
Donasi ovum atau embrio merupakan hal yang sulit, baik bagi si pasien maupun bagi si dokter, Sebenarnya dasarnya adalah usaha memperoleh keberhasilan dari FIV. Akibatnya diselenggarakan super ovalation untuk memperoleh jumlah sperma dalam testis Iaki-laki, maka nilai ovum lebih tinggi jika ditinjau secara etis. Mengenai embrio manusia marilah kita bicarakan 2 (dua) contoh berikut.
1.      Embrio yang diperoleh dan sepasang suami-isteri dengan FIV dimasukkan ke wanita yang secara spikologik telah dipersiapkan dan telah diselujui untuk mengembalikannya setelah melahirkan. Ini disebut gestational surrogacy, umpamanya jika isteri telah mengalami histerektomi, sedangkan kedua ovaria masih baik. Secara etis hal itu dapat dipertanggungjawabkan tetapi keikutsertaan spikologik dan bisa juga secara emosional harus pula diperhitungkan.
2.      Versi lain juga untuk menghindarkan kehamilan, baik untuk indikasi seperti kehamilan resiko tinggi ataupun untuk alasan-alasan yang non seperti karier.
Kedua versi mempunyai efek etik yang berlainan.
6.      Pembekuan Embrio Manusia
Mempertahankan sel-sel dan jaringan, baik dari mamalia maupun manusia, telah dikenal lama. Untuk keberhasilan PIV juga telah dilakukan, antara lain, pembekuan embrio manusia.
Hal ini secara etis dapat dipertanggungjawabkan. Jika hal ini tidak bermaksud untuk suspended animation dan ada keyakinan bahwa tidak diharapkan suatu kerusakan/ kerugian terhadap si anak pada masa depan. Ternyata banyak keuntungan dengan mengadakan pembekuan ini.
7.      Pemanfaatan Embrio Manusia Untuk Penelitian
Peneliti-peneliti seperti Edwards (1982) menunjang kepentingan penelitian terhadap embrio manusia (Medical Research Council 1983). Akan tetapi, ada pihak yang mempertahankan anggapan bahwa embrio manusia dalam perkembangannya dapat dipakai untuk penelitian. Jika penelitian tersebut memberikan keuntungan kepada embrio manusia tersebut (Tiefel 1982). Sebagai kesimpulan, penelitian secara sistematis dan secara efektif yang melibatkan embrio manusia pada awal perkembangannya dapat dilaksanakan secara etis dengan pedoman-pedoman yang telah ada bagi tiap-tiap uji klinik (Clinical research)


B.     ETIKA DALAM TEKNOLOGI KLONING
1.        Pengertian Klonin
Kloning adalah sekelompok organisme hewan maupun tumbuhan yang dihasilkan melalui reproduksi aseksual dan berasal dari induk yang sama. Seliap anggota kloning mempunyai jumlah dan susunan gen yang sama dan kemungkinan besar fenotifnya sama.
Secara garis besar ada 2 macam cara organisme memperbanyak diri atau berproduksi yaitu secara asexual dan sexual.
Kloning berasal dari bahasa Yunani berarti cangkok ranting tanaman, dalam bidang holtikultura yang dimaksud dengan kloning adalah tanaman dan kelompoknya yang berasal dari induk yang sama.
2.        Manfaat Kloning
Manfaat kloning secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian :
a.      Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
Terutama dalam rangka pengembangan biologis, khususnya reproduksi embriologi dan diferensiasi. Ada 2 teori yang berusaha menjelaskan fenomena tersebut, yang pertama menyatakan bahwa selama eleavage yaitu pembelahan dari zigot menjadi blastomer terjadi pembagian nukleus yang tidak sama sehingga terjadilah berbagai jaringan dan organ. Yang kedua berpendapat bahwa selama eleavage terjadi pembagian sitoplasma yang tidak sama. Sitoplasma yang berbeda tersebut akan mempengaruhi aktivitas nukleus. Sebaliknya aktivitas nukleus akan mempengaruhi sitoplasma dan terjadi interaksi. Antara nukleus dan sitoplasma inilah yang menyebabkan terjadinya diferensiasi yang berlangsung dalam rangka terbentuknya organ-organ.
Untuk membuktikan mana yang benar dari kedua teori tersebut dilakukan penelitian pada ampibi (kodok) dengan mengadakan tranplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dinukleusasi.
Sebagai donor yang digunakan sel somatik dan berbagal study perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel epitel usus. Kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal. Jadi rupanya selama perkembangan nukleus tidak berubah tetapi yang berubah adalah sitoplasmanya.


b.      Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul.
Dalam bidang perkebunan sekarang para ahli sedang mengembangkan tenaman perkebunan dengan cara kloning sel bibit unggul, dengan mengkultur sebuah sel yang mempunyai sifat-sifat unggul, pada tanaman bila sel dikultur maka dari seliap sel tersebut akan tumbuh tanaman lengkap. Tidak perlu dimasukkan kedalam telur atau bunga betina. Sehingga membuat kloning yang sangat banyak tanaman jauh lebih mudah dari pada hewan. Keuntungan perkebunan yang terdiri dari satu kloning adalah tanaman tersebut mempunyai sifat-sifat yang sama seperti pemupukan, pemberantasan penyakit dan lain-lain. Sehingga mudah dilakukan secara masal.

c.       Untuk tujuan diagnostik dan terapi.
Untuk mengetahui kandungan gen dalam embrio, maka dibuat kloning salah satu blastomer (kloning) dikorbankan untuk analisis kandungan gennya, apakah mengandung gen yang jelek atau tidak atau barangkali tidak mengandung gen yang diperlukan untuk menunjang kehidupan normalnya. Sehingga kita dapat memutuskan apakah sel blastomer yang lain akan diteruskan berkembang atau tidak, atau mungkin perlu memasukkan gen yang tidak ada atau mengganti gen yang rusak sebelum menjadi embrio transfer. Hal ini misalnya diketahui bahwa sitoplasma sel telur mempunyai kelainan, seperti ada kelainan pada mitokondrianya, maka kita dapat mentransfer nukleus donor tersebut ke dalam telur yang normal.

3.        Aspek Etika Kloning
Kloning pada manusia adalah suatu gagasan yang hanya dapat ditemukan dicerita-ceriita fiksi sebelum dekade ini. Penemuan yang sangat menakjubkan dalam beberapa tahun terakhir ini membuat masyarakat dunia mulai  berfikir bahwa kloning benar-benar akan menjadi kenyataan. Selama ini masyarakat digambari dengan artikel-artikel koran, majalah, acara televisi atau bahkan film-film kartun. Hal ini menyebabkan banyak anggapan yang salah dari masyarakat dan mereka berfikir bahwa sangat mudah mengkloning manusia, penelitian melalui pembelahan embrio mulai muncul pada tahun 1993. Dan hal itu banyak menimbulkan perdebatan etika dan moral diseluruh dunia saat ini. Mengenai pengaruh kloning manusia dari sudut pandang moral dan masalah ekonomi sampai pada kesimpulan kloning sangat mahal dan berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Meskipun demikian dari segi positifnya kloning sangat berguna untuk membuat organ manusia untuk tujuan tranplantasi, banyak menimbulkan perdebatan moral.
WHO mendukung perkembangan dari teknologi kloning terutama bagi tujuan kesehatan umat manusia, namun meski banyak sekali segi positif yang telah dan akan diperoleh manusia dari kloning itu, kita harus waspada terhadap dampak dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. WHO ini menekankan pentingnya untuk kemampuan tetap bertahan atau bersandar pada teknik dan penuntutan dari umat manusia akan tetap terpelihara dengan baik. Hal ini memerlukan suatu penelitian yang amat kritis dan debat sistematik yang meliputi semua sektor berkaitan, perbedaan ekonomi sosial dan budaya.
WHO telah membuat suatu rumusan mengena landasan utama bagi pengembangan kesehatan umat manusia yang mungkin membuat kita semua atau calon-calon ilmuan dan penelitian dalam bidang kesehatan berfikir untuk melakukan tujuan dan alasan untuk melakukan suatu tindakan penelitian bagi umat manusia. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat, dalam waktu singkat tidak mustahil muncul masalah pelanggaran etika dalam penetapan kloning bagi kehidupan manusia.
4.      Penggunaan Teknologi Kloning
a.      Bidang Botani
Kloning dalam bidang botani telah lama dilakukan dan amat disukai karena memberikan beberapa manfaat, dengan teknologi kloning penting memperoleh bibit dalam waktu singkat secara masal dan serentak. Selain itu sifat induk tanaman diteruskan secara utuh kepada seluruh kloningnya sehingga mutu tanaman terjamin bagus. Teknologi ini juga dapat digunakan untuk mengulangi punahnya spesies tanaman langka. Selain dampak positif teknologi kloning mempunyai beberapa kelemahan yaitu biaya yang relatif mahal. Jika dibandingkan dengan teknologi kompensional. Adanya sifat genetik yang menurun utuh pada semua kloning menyebabkan tidak adanya variasi. Dampaknya adalah kloning yang memiliki kerentanan yang sama terhadap penyakit tertentu dalam waktu singkat seluruh kloning dapat binasa.




b.      Bidang Fauna
Kloning dalam bidang fauna juga dilakukan pada banyak spesies. Pada umumnya bahan yang digunakan adalah sel dari embrio binatang (embrio splitting) jaringan embrio yang terdiri dari banyak sel dibelah menjadi embrio yang utuh. Masing-masing embrio ini lalu ditanamkan kedalam rahim betina dewasa sehingga kemudian akan dapat dilahirkan beberapa binatang dewasa yang seragam secara genetik dalam jumlah banyak. Spesies yang pernah dikloning dari jaringan embrio adalah katak, kelinci, domba, sapi dan monyet.
Tujuan kloning pada binatang adalah untuk pelestarian satwa langka dan sebagai bahan pangan dan sandang bagi manusia juga untuk pengobatan dan penditian. Pada penelitian farmakologi obat-obatan, penelitian terhadap binatang dengan menggunakan sekelompok klon amat menguntungkan karena dapat menyediakan binatang yang homogen, bebas dari variabel genetik yang munkkin mempengaruhi proses metabolisme obat sehingga pengambilan kesimpulan secara Iebih akurat.
5.      Kloning Dalam Perspektif Islam
Ibadah merupakan suatu proses untuk menjadikan manusia selalu hidup dinamis. Ibadah dalam Islam sebagai sarana untuk merombak dan mengalihkan manusia dari satu kondisi ke kondisi lain. Merealisasikan realitas hidup suatu proses menumbuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab pada seliap individu baik dalam bentuk vertikal maupun harizontal.
a.      Arti Kloning
Kloning adalah pengembangbiakan makhluk hidup tanpa melalui proses pembuahan (tidak terjadi pertemuan sel kelamin betina/ ovum dan sel kelamin jantan/ sperma) dengan hasil keturunan sama persis dengan induknya.

b.      Mudharat Kloning
Oleh karena pengernbangan dan kemajuan IPTEK seperti bank sperma, kloning bayi tabung, sewa rahim, nenek melahirkan cucu. Jika tidak dilandasi norma-norma yang terpuji niscaya akan menimbulkan masalah yang serius dengan kekacauan dunia yang fana, akan terjadi hilangnya kemanusiaan, tercabutnya fitrah insani, runtuhnya kehormatan, rusaknya garis keturunan, waris, konsep perkawinan, pernikahan berantakan.


c.       Hukum Kloning
Penggunaan teknologi kloning yang dibenarkan sebatas sebagai alat bantu reproduksi bagi pasangan suami-isteri yang sah menurut Syariat Islam. Diantara motivasi perkawinan adalah untuk melestarikan keturunan dalam upaya merealisasikan tujuan tersebut bisa saja dengan mendayagunakan iptek dengan syarat berlandaskan taqwa kepada Allah SWT. Diulangi kata taqwa pada surat An-nisa ayat ke-1 menunjukkan urigensi taqwa dalam pengembangbiakan keturunan dan memelihara hubungan silaturahmi.


d.      Permasalahan
Jika kloning tersebut dilakukan pada tanaman dan hewan, kami yakin semua orang setuju. Namun jika hal tersebut dilakukan pada manusia, walaupun untuk tujuan diagnosis dan terapi belum tentu semua orang seuju. Apalagi kloning tersebut dilakukan hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok orang. Sebagai contoh jika seseorang yang berkuasa ingin berjaga¬-jaga supaya salah satu organnya kelak tidak berfungsi dan memerlukan tranplantasi organ, maka dia dapat membuat klonisasi dirinya sendiri yang jika diperlukan nanti akan diambil organ tersebut untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain kloning yang dibuat tersebut akan dijadikan sebagai onderdil cadangan.
Pendapat pada umumnya yang dilakukan oleh majalah Time/ CNN di Amerika Serikat, 74% menyatakan bahwa kloning bertentangan dengan agama 19% menyatakan tidak, kemudian 89% menyatakan bahwa kloning pada manusia tidak dapat diterima, 66% menyatakan kloning pada hewan tidak dapat diterima.
Walaupun demikian di Amerika tidak ada larangan untuk melakukan kloning pada manusia, hanya saja pemerintah melarang menggunakan dana federal untuk membiayai penelitian tentang kloning pada manusia. Di Jerman pada tahun 1990 undang-undang menyatakan bahwa kloning pada manusia adalah perbuatan kriminal, yang diancam hukuman 5 (lima) tahun penjara. Di Inggris sejak tahun 1990 ada larangan melakukan subsitusi nukleus pada embrio manusia. Di Belanda pada tahun 1993 parlemennya sedang menyusun UU yang sama seperti di Inggris.

Sementara itu di Kanada sedang diajukan rancangan UU "Human Reproduktive and Genetiva Technologiest Act" yang melarang :
1.      Mengklon memecah zigoy, embrio dan fetus.
2.      Memfertilisasi telur manusia oleh sperma hewan atau sebaliknya, dengan tujuan menghasilkan zigot.
3.      Menyatukan Zigot atau embrio antara manusia dengan hewan.
4.      Mengimplantasikan embrio manusia pada hewan atau sebaliknya.
5.      Terapi gen pada ovum, sperma, atau embrio.
6.      Mengambil ovum atau sperma dari fetus atau mayat dengan tujuan membentuk embrio
7.      Memisahkan sperma X dan Y dengan tujuan menyeleksi seks kecuali dengan tujuan kesehatan.
8.      Pranatal diagnostik (termasuk ultrasonografi) untuk menentukan seks fetus, kecuali ada alasan medis.
9.      Menyimpan embrio diluar tubuh.
10.  Fertilisasi ovum diluar tubuh manusia, dengan tujuan hanya untuk penelitian.
11.  Membayar ibu penggannti (surrogate mother).
12.  Pembayaran calon ibu pengganti.
13.  Bertindak sebagai calon ibu pengganti.
14.  Menjual belikan sperma, ovum, zigot, embrio atau fetus.
15.  Menggunakan ovum, sperma, zigot, atau embrio untuk penelitian, fertilisasi, tanpa pengetahuan donor.
Satu hal yang perlu diperhatikan, walaupun kita ingin membuat aturan yang benar memperlahankan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan mengenai kloning pada manusia tersebut, jangan sampai kita menutup kemungkinan menggunakan segi positifnya dari kloning tersebut dalam peningkatan kesejahteraan manusia.
d.      Permasalahan Etika Tentang Kloning
Dengan adanya perkembangan teknologi sekarang ini semakin banyak nilai-nilai yang dilanggar atau ketidaksesuaian antara sesuatu yang dipandang masyarakat (sesuatu keyakinan yang dipegang) dengan perkembangan teknologi (kloning). Pandangan masyarakat bahwa pengadaan (memperbanyak makhluk hidup itu dapat menimbulkan berbagai masalah terutama pengkloningan pada manusia).
Pengkloningan manusia menimbulkan berbagai kontra persepsi bahwa pengkloningan manusia merupakan teknologi yang mahal dan berbahaya bagi kehidupan manusia. Dengan pengkloningan ini akan terjadi penurunan genetika dari tiap-tiap generasi yang memiliki tingkat kerentanan yang sama tetapi tidak dipungkiri pula bahwa pengkloningan banyak memberikan manfaat bagi dunia botani dan fauna.
Pengkloningan ini dapat dikatakan baik apabila dilakukan dengan cara yang benar dan tidak menyalahi nilai-nilai dari manusia itu sendiri dan makhluk hidup yang dikloning, begitu juga sebaliknya.
Selain itu pengkloningan manusia dirasakan kurang etis dan bertentangan dengan nilai yang ada dimasyarakat ini dikarenakan apabila hasil dari kloning itu dilakukan untuk tujuan pembuatan tranplantasi organ dan apabila pengkloningan itu tidak berhasil maka akan menghasilkan yang cacat. Walaupun dapat dimungkinkan berhasil dan calon pengkloningan ini tumbuh maka akan timbul masalah siapa yang akan merawatnya ? apakah mereka sama dengan manusia ?
Kemajuan Teknologi selain memberikan titik terang bagi manusia tetapi juga dapat menimbulkan permasalahan dimana pertentangan dengan kepercayaan dari masyarakat, para ilmuan beranggapan bahwa pengkloningan sangat bermanfaat bagi manusia dan ilmu pengetahuan tetapi untuk kaum ulama berpendapat dan percaya bahwa kloning merupakan suatu perbuatan yang sangat bertentangan dan menyalahi kodrat mahluk hidup (manusia). Hal inilah yang menjadi masalahan perdebatan moral dari kedua belah pihak.
Pengkloningan manusia dianggap kurang etis dikarenakan akan menimbulkan anggapan manusia bisa menciptakan manusia sehingga akan timbul penyimpangan keyakinan terhadap kepercayaan bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah. Penyimpangan yang timbul yaitu penyimpangan dari kodrat itu sendiri untuk saling membina hubungan rumah tangga guna untuk melestarikan keturunan yang merupakan hasil dari hubungan manusia (antara laki-laki dan perempuan).
Sesuai dengan perkembangan IPTEK mungkin dapat dilakukan, sehingga untuk hal ini diperlukan penanaman nilai-nilai serta menilai pengkloningan manusia sebagai hal yang sangat tidak etis dan untuk diperlukan pula pengaturan yang melarang hal tersebut, Selain itu pengkloningan manusia dirasakan kurang etis dan bertentangan dengan nilai yang ada dimasyarakat ini dikarenakan apabila hasil dari kloning itu dilakukan untuk tujuan pembuatan tranplantasi organ dan apabila pengkloningan itu tidak berhasil maka akan menghasilkan yang cacat. Walaupun dapat dimungkinkan berhasil dan calon pengkloningan ini tumbuh maka akan timbul masalah siapa yang akan merawatnya ? apakah mereka sama dengan manusia ?.

C.    ETIKA DALAM PERMASALAHAN IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHERS)
Seorang ibu pengganti (surrogate mother) adalah seorang wanita yang secara artifisial di inseminasi dengan sperma seorang pria yang bukan suaminya, ia mengandung kemudian menyerahkan bayi yang dilahirkan kepada pria tersebut untuk diasuh, hampir dalam semua kasus, pria memilih seorang pengganti karena isterinya infertil. Setelah lahir sang isteri akan mengadopsi anak tersebut.
Tidak seperti surrogate gestational motherhood, yang melibatkan transfer embrio setelah fertilisasi in vivo atau in vitro (FIV), surrogate motherhood hanya tergantung pada teknologi inseminasi buatan. Alasan utama bagi penggunaan ibu penganti sebagai pilihan reproduktif adalah untuk menghasilkan seorang anak yang memiliki hubungan genetik dengan sang suami.
Penggunaan istilah pengganti (surrogate) bagi wanita yang merupakan ibu gestational dan ibu pengganti dari anak tersebut tampak salah dipahami oleh orang, yang beranggapan bahwa ibu yang diadopsi adalah "pengganti" bagi ibu biologis yang telah menyerahkan anak tersebut. Meskipun demikian, sikap yang berlainan dapat diambil, karena wanita yang mengadopsi (adoptive woman) akan memainkan peran ibu yang utama dengan mengasuh anak tersebut, sementara ibu biologis berfungsi sebagai seorang pengganti dalam menyiapkan komponen untuk reproduksi yang tidak dimiliki adopsi. Meskipun istilah ibu pengganti bersifat ambiobous dan bukan merupakan istilah medis, istilah ini akan dipakai dalam tulisan ini untuk mengartikan seorang wanita yang mengandung dan memberi gestasi seorang anak untuk diasuh oleh seorang ayah biologis dan isterinya. Penggunaan seorang ibu pengganti yang memberikan oosit dan rahim bagi seorang anak, kini lebih menjadi umum, jika dibandingkan dengan penggunaan seorang ibu pengganti gestational, yang hanya memberikan rahim saja.

Dibandingkan dengan teknologi reproduksi lainnya yang didiskusikan dalam laporan ini, ibu pengganti hanya diberikan sedikit perhatian dalam keputusan kedokteran. Dalam laporan-laporan Panitia Etik tahun 1986 dan 1990, pengganti (surrogacy) direkomendasikan jika dilakukan sebagai eksperimen klinis. Dalam rentang waktu 1986-1993, hampir tidak ada laporan yang ditinjau dalam kepustakaan medik yang dilakukan menurut pedoman yang direkomendasikan. Hanya terdapat satu studi retrospektif dalam kepustakaan medik dalam rentang waktu tersebut. Studi ini berkaitan dengan 44 kehamilan dengan ibu pengganti dari seorang dokter pribadi yang memiliki hubungan dengan pengacara hukum (Reame, 1990).
Berbeda dengan pengganti lengkap (complete surrogacy), terdapat beberapa publikasi tinjauan medis tentang ibu yang menjadi ibu pengganti.

1.        Indikasi
Bila seorang wanita mengalami infertilitas, la dan suaminya mungkin membutuhkan bantuan dari seorang ibu pengganti untuk mengandung dan melahirkan anak bayinya. Sperma dari seorang suami digunakan untuk menginseminasi sang ibu pengganti yang akan menjalani kehamilan dan kemudian menyerahkan anak yang dihasilkan kepada pasangan suami isteri tersebut.
Indikasi medis utama bagi penggunaan ibu pengganti adalah kemampuan seorang wanita untuk menyiapkan baik komponen genetik maupun gestational untuk pengasuh anak. Sebagai contoh, seorang wanita yang telah mengalami histerektomi yang dikombinasikan dengan pengangkatan ovaria dapat diindikasikan untuk hal tersebut. Ini merupakan situasi yang di dalamnya ibu pengganti memberikan satu¬-satunya pemecahan masalah medis. Untuk indikasi lain, pilihan-pilihan medis lain juga mungkin, meskipun pilihan-pilihan ini tidak dengan mudah tersedia.
Indikasi kedua bagi kepemilikan ibu pengganti adalah ketidakmampuan untuk memberikan komponen genetik, sebagai contoh, karena menopause prematur atau keinginan untuk tidak mengambil resiko dalam mewariskan suatu sifat genetik yang cacat. Karena situasi ini, seorang wanita dapat memiliki komponen genetik yang diberikan melalui oocyte atau donasi embrio, tetapi mungkin lebih sulit untuk rnendapatkan donor daripada ibu pengganti.
Indikasi ketiga bagi penggunaan ibu pengganti adalah ketidakmampuan untuk memberikan gestasi. Seorang wanita dalam hipertensi berat, malformasi uterus, atau tiadanya uterus setelah mengalami histereletomi dapat memanfaatkan pelayanan seorang ibu pengganti. Jika wanita tersebut ingin memberikan komponen genetik bagi anaknya, ia dan suaminya dapat menciptakan suatu embrio in vitro, kemudian ditransferkan kepada seorang ibu pengganti.
Penggunaan ibu pengganti juga tersedia sebagai suatu pilihan skunder bagi wanita yang memiliki infertilitas tipe lain. fada dasarnya, hal ini membatasi kebutuhan seorang ibu untuk memainkan peran biologis dalam reproduksi.
2.        Prasyarat bagi Ibu Pengganti
Prasyarat bagi ibu pengganti sama dengan prasyarat bagi ART lainnya, yakni berfokus pada dampak-dampak yang mungkin terjadi pada ibu pengganti, pasangan, anak yang akan dilahirkan, dan masyarakat. Karena kurangnya penelitian tentang masalah ini, sebagian besar resiko masih sangat bersifat spekulatif terdapat keprihatinan bahwa tidak layak untuk meminta seorang ibu pengganti untuk menjalani resiko fisik dari suatu kehamilan untuk menguntungkan orang lain. Juga terdapat keprihatinan bahwa ibu dapat dirugikan secara psikolokis dengan menyerahkan anak genetiknya. Terdapat pula beberapa ibu pengganti yang mengalami masa kedukaan setelah memberikan anaknya (Psychiatric News, 1984).
Di samping kerugian yang mungkin diperoleh ibu pengganti, terdapat keprihatinan bahwa pasangan suami isteri dapat dirugikan oleh prosedur tersebut. Sang wanita mungkin dirugikan oleh tidak disediakannya akses bagi nasehat medis untuk membantu memecahkan infertilitasnya dengan cara lain. Pasangan tersebut mungkin dapat mengalami gangguan dari ibu pengganti yang mengetahui identitas pasangan tersebut dan mencari mereka setelah menyerahkan anak tersebut. Atau, jika ibu pengganti tersebut seorang teman atau kerabat, keterlibatannya yang berkesinambunsan dengan pasangan ini mungkin akan menyebabkan ketegangan dalam kasus perkawinan mereka. Demikian juga pasangan ini yang secara finansial dan emosional memiliki resiko karena status hukum yang tidak pasti dari prosedur tersebut. Jika ibu yang mengadopsi mengasuh anak tersebut, maka suami yang mengontrakkan mungkin harus memberikan bayaran dan dukungan karena ia adalah ayah biologis. Pasangan yang membayar seorang ibu pengganti dapat dituntut di bawah hukum pidana di negara-negara bagian Amerika Serikat yang melarang pembayaran biaya-biaya legal dan medis yang melampaui jumlah ditentukan dalam kaitan dengan penyerahan anak untuk diadopsi (Andrews, 1986). Dampak psikologis dan fisik pada anak juga merupakan suatu keprihatinan. Sang anak mungkin dirugikan jika lbu pengganti mewariskan suatu sifat genetik yang cacat. Kemungkinan ini serupa dengan resiko yang terkandung dalam menggunakan donor sperma. lbu pengganti memiliki tanggung jawab untuk mengasuh seorang anak mungkin tidak akan cukup berhati-hati selama kehamilannya. Di samping itu, ibu pengganti mungkin akan kurang memberikan prioritas bagi janin dalam situasi yang terdapat konflik antara kebutuhan-kebutuhan material dan jenin.
Selain itu, terdapat keprihatinan akan perkembangan psikologis dari sang anak, yang mungkin merasa membutuhkan informasi tentang lbu pengganti atau sebaliknya kurang mengetahui identitasnya. Jika lbu pengganti merupakan seorang kawan atau kerabat yang tetap memiliki kontak dengan anak tersebut, maka tidak jelas bagaimana dampak hubungan dua ibu terhadap terhadap perkembangan psikolobis sang anak.
Sebagaimana dengan donasi sperma, oosit atau embrio, penggunaan ibu pengganti menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang etika keterlibatan donor dalam prokreasi. Terdapat keprihatinan bahwa keterlibatan seorang lbu pengganti akan melemahkan ikatan perkawinan dan merusak integritas lembaga keluarga. Beberapa komentar telah menyerukan keprihatinan bahwa jika ibu pengganti dibayar untuk pelayanan mereka, reproduksi manusia akan menjadi komersial, dan anak-anak mungkin akan dilihat sebagai barang konsumen (Hellgers, 1978).
3.        Rekomendasi Panitia Etik ASOG (American Society of Abstetrics and Gynecology)
Panitia berpendapat bahwa penggunaan ibu pengganti merupakan suatu masalah yang memerlukan keprihatinan yang penuh. Panitia tidak merekomendasikan penggunaan ibu pengganti untuk alasan nonmedis, seperti alasan untuk kemudahan bagi ibu mengasuh anaknya, karena alasan-alasan nonmedis tampak tidak memadai untuak membenarkan penggunaan ibu pengganti untuk menjalani resiko kehamillan dan kelahiran. Sementara itu, dalam hal ibu pengganti karena alasan medis, panitia dicemaskan oleh sedikitnya bukti empiris yang tersedia tentang bagaimana proses penggantian (surrogacy) berlangsung dan bagaimana proses tersebut mempengaruhi pihak-pihak yang terlibat. Meskipun demikian, proses ini memberikan harapan sebagai pemecahan masalah medis satu-satunya bagi infertilitas pada pasangan yang sang wanita tidak memiliki uterus atau tidak memproduksi telur atau tidak menginginkan resiko untuk mewariskan kecacatan genetik yang dimilikinya.
Mungkin ada para praktisi medis individual atau kelompok medis yang diminta membantu pengaturan seorang ibu pengganti dan menemukan bahwa resiko prosedur melebihi keuntungan-keuntungannya, yakni bahwa prosedur tersebut tidak merupakan jalan terbaik bagi orang-orang yang terlibat. Dalam keadaan ini, dokter atau kelompok medis dapat menolak untuk berpartisipasi dalam pengaturan ibu pengganti tersebut.
Panitia selanjutnya tidak merekomendasikan penerapan klinis yang luas dari ibu pengganti untuk saat ini. Karena resiko-resiko hukum, keprihatinan-keprihatinan etis dan dampak-dampak psikis dan fisik, penggunaan ibu pengganti tampaknya akan menjadi lebih problematik daripada sebagian besar teknologi reproduktif yang didiskusikan dalam laporan ini.
Panitia merekomendasikan bahwa jika seorang ibu pengganti digunakan, maka sejumlah isu yang perlu dibahas mencakup :
a.    Dampak psikologis dari prosedur tersebut pada ibu pengganti, pasangan suami¬isteri dan anak yang dilahirkan;
b.    Kemungkinan dampak hubungan ikatan antara ibu pengganti dan janin dalam kandungan,
c.    Pemantauan yang tepat terhadap ibu pengganti dan pria yang memberikan sperma;
d.   Kemungkinan bahwa ibu pengganti kurang memberikan perawatan yang tepat selama kehamilan;
e.    Dampak dari keadaan terpenuhinya atau tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dari ibu pengganti dan pasangan suami-isteri;
f.     Dampak pada keluarga ibu pengganti itu sendiri karena keikutsertaannya dalam proses ini;
g.    Dampak dari tersiarnya atau tidak tersiarnya penggunaan seorang ibu pengganti atau identitasnya pada anak;
h.    Cara-cara untuk menjamin bahwa ibu pengganti sepenuhnya diinformasikan dan diberi konseling (bimbingan) tentang partisipasinya, termasuk peran dari lembaga hukum yang independen;
i.      Masalah-masalah lain yang menyoroti dampak-dampak pengganti (surrogacy) pada kesejahteraan dari berbagai orang yang terlibat dan masyarakat.
Panitia mempunyai alasan-alasan etis bagi penggantian (surrogacy) yang baru akan dapat dipecahkan sepenuhnya setelah tersedianya data untuk penilaian resiko dan kemungkinan manfaat dari allternatif ini. Mengingat dasar-dasar pertimbangan ini, beberapa anggota panitia menilai bahwa pergantian (surrogacy) tidak dapat direkomendasikan secara etis. Yang lain menyimpulkan bahwa surrogacy ini tidak dapat direkomendasikan sementara penelitian tentang masalah-masalah utama masih berlangsung.




4.        Pengasuh Pengganti (Surrogate Parenting) Menurut Agama Islam
Menjadi seorang ibu pengganti dapat dikatakan seperti menyewakan rahim karena anak yang dilahirkan secara hukum tidak menjadi miliknya, melainkan milik dari pasangan yang membayar ibu pengganti tersebut untuk tujuan tertentu. Di beberapa negara bagian USA hal ini merupakan usaha yang legal. Akan tetapi, di Inggris, tindakan ini belun dilegalisasikan. Prosedur ini memungkinkan pasangan yang infertil untuk memiliki, anak yang mempunyai keterkaitan genetik dengan suami jika sperma sang suami digunakan untuk memfertilisasi ovum dari wanita lain. Namun, timbul masalah dalam memfertilisasi ovum dari wanita lain yang bukan merupakan suaminya. Apakah ini dapat dipandang sebagai suatu perzinahan? Jelas hal ini bersifat ilegal menurut hukum Islam.
Sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri dapat juga difertilisasi secara in vitro dan ditempatkan pada rahim dari ibu pengganti yang akan dibayar untuk melahirkan anak mereka. Anak tersebut akan memiliki keterkaitan genetik yang utuh dari pasangan yang mengkontrak. Adalah relevan di sini bahwa bila seorang muslim menyuruh anak mereka diberikan ASI oleh seorang ibu angkat, maka anak tersebut akan seperti anak dari wanita yang rnemberikan ASI / ibu susu (wet nurse) tersebut.
Ibu susu (wet nurse) memberikan nafkah esensial dasar bagi anak yang telah dilahirkan sementara ibu penganti mengandung anak yang belum terbentuk hingga melahirkannya. Hal ini menimbulkan dua masalah langsung :
a.      Legalitas Kontrak
Kontrak yang mengikat ibu pengganti dan pasangan yang menikah bagaimana pun secara hukum tidak dapat dibenarkan menurut Syariat Islam. Hal ini dianggap sebagai kontrak yang cacat pandangan ini mungkin dapat dijelaskan dengan menunjukkan bahwa suatu kontrak penjualan hanya akan legal jika melibatkan transaksi-transaksi yang diizinkan Syariat Islam. Sebagai contoh, tidak ada transaksi legal yang melibatkan penjualan atau pembelian alkohol. Demikian juga kontrak antara pasangan suami-isteri dengan ibu pengganti menjadi cacat dalam arti bahwa (1) hal tersebut merupakan kontrak yang mengatur penjualan dari seorang manusia bebas dan dua (2) hal tersebut melibatkan suatu unsur penting dalam implantasi zinah (telur yang dibuahi diimplantasi tidak pada isteri, tetapi pada rahsim ibu pengganti).



b.      Pertanyaan Tentang Pengasuh
Seorang anak, baik yang sah maupun yang tidak sah, selalu memiliki seorang ibu. Ibu adalah orang yang melahirkan anak tersebut. Seorang anak yang dilahirkan menurut kontrak ibu pengganti akan menjadi tidak sah dalam Syariat Islam karena suami yang mengontrakkan tidak masuk dalam ikatan pernikahan dengan ibu pengganti yang melahirkan anak tersebut. Oleh karena itu, tidak ada tempat bagi penggunaan ibu pengganti dalam sistem Islam Karena kejahatan akan jauh lebih besar daripada kebaikan.
Disamping itu, penerapan teknologi ini diizinkan bila dilakukan dengan alasan kesehatan dan pengobatan, atau untuk meningkatkan nilai genetik sehingga menghasilkan manusia yang lebih berkualitas.  Dan yang lebih penting lagidilakukan oleh pasangan yang sah. Hal ini dikemukakan oleh sebagian  pakar agama, baik dari Islam, Kristen, maupun Yahudi (http://www.religioustolerance-.org/-clo_reac.htm).  Sebagiannya lagi mengemukakan bahwa tidak ada alasan kloning pada manusia dilakukan, mereka menganggap perlakuan itu dari segala sisi adalah tidak etis, tidak manusiawi dan tidak bermoral (http://www.islamonline.net/iol-english/dowalia/techng-15-10/techng1b.asp).
Disamping berbagai manfaat, teknologi ini juga menimbulkan berbagai dampak sosial dalam masyarakat.   Masalah seringkali muncul setelah bayi produk teknologi ini lahir. Posisi si anak menjadi simpang siur dalam tatanan kemasyarakatan, terutama bila sperma yang digunakan berasal dari bank sperma atau sel telur yang digunakan berasal dari pendonor. Akibatnya silsilah anak tersebut menjadi tidak jelas.   Akibatnya, dikemudian hari dapat saja terjadi perkawinan antar kelaurga dekat tanpa disengaja, misalnya antara anak dengan bapak atau dengan ibu atau antar saudara.  Maka besar kemungkinan akan lahir generasi-generasi cacat akibat inbreeding.
Masalah lain yang ditimbulkan oleh teknologi ini adalah perebutan bayi. Mungkin kita masih mengingat kasus yang menimpa pasangan suami isteri yang menitipkan embrionya dalam rahim mother hoster. Setelah sekitar 36 minggu mengandung dan akhirnya melahirkan bayi titipan tersebut, si mother hoster mengklaim bayi tersebut miliknya, dan tidak bersedia mengembalikannya pada ayah dan ibu biologisnya



KESIMPULAN

Bayi tabung merupakan salah satu produk teknologi reproduksi yang dihasilkan  melalui teknik fertilisasi in vitro dan kloning.  Fertilisasi in vitro   adalah proses pembuahan yang dilakukan diluar tubuh manusia (di dalam cawan petri), sedangkan teknik kloning adalah  produksi sejumlah individu yang secara genetik identik melalui proses seksual apabila melalui fertilisasi aseksual  menggunakan sel somatis.  Baik pada fertilisasi in vitro maupun kloning, embrio yang dihasilkan “dititipkan“ kembali kembali ke dalam rahim seorang wanita, baik yang ada hubungan darah maupun yang tidak.
Para ulama banyak yang menghukumi boleh atas bayi tabung. Dengan catatan benihnya berasal dari sel suami istri yang sah. Dan pasangan tersebut sulit untuk mendapatkan keturunan. Namun dengan adanya bayi tabung tidak menimbulkan banyaknya ibu- ibu sewaan yang hanya memanfaatkan karena factor ekonomi saja.

Saran
Dengan adanya makalah ini yang berisikan  Fertilisasi In Vitro, Pengkloningan, Surrogate Mother yang dilakukan pada manusia diharapkan mahasiswa mengetahui, mengerti, dan memahami akan arti, manfaat serta akibat / dampak dari penelitian tersebut.




           #                       SEKIAN TERIMAKASI                              #













DAFTAR PUSTAKA

·         Dawson, K. 1993. Ethical Aspects of IVF and Human Embryo Research. in Hand Book of Invitro     Fertilization. A Trounson and D.K. Gartnerd (Eds). CRC Press. Florida
·         Human Cloning: Comments by political groups, religious authorities, and individuals. 2001.  http://www.religious-tolerance.org/clo_reac.htm. dl.15.03.01.
·         Kelana, A. dan I.A.Asmanto.  2000. Diselamatkan Bayi Tabung. Dalam Rubrik Kesehatan, Gatra 14 Oktober 2000. 
·         Gordon, I. 1994. Laboratory Production of Cattle Embryos Department of Animal Science and Production. University College Dublin. Ireland. CAB International. pp 1-29.
·         Hadipermono, S. 1995. Bayi Tabung dan Rekayasa Genetika dalam Pandangan Islam. Wali Demak Press. Surabaya.
·         Johnson, M.H;  Everitt, B. J. 1995.  Essential Reproduction.  Blackwell Science.
·         Keraf, A.S. dan M.Dua.  2001. Ilmu Pengetahuan; Sebuah Tinjauan Fisolofis. Penerbit Kanisius. p: 158.
·         Kompas. 6 Juni 1999. Cakrawala Baru Bayi Tabung http://www.kompas .com/kompas-cetak/9906/06/iptek/cakr04.htm.  dl: 17.03.01, 18. 30 wib.
·         Agil, Said, Husein Al- Munawwar, Hukum Islam Dan Pluralisme Islam, (Jakarta: Penama)
·         Hasan. M. Ali, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000)
·         Shidik Safiudin , Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer, (Jakarta: Intimedia, 2004)
·         Qardawi ,Yusuf , Halal Dan Haram Dalam Islam, ( Jakarta : PT. Bina Aksara, 1993)
·         (Disadur dari http://indramunawar.blogspot.com/2009/04/bayi-tabung-test-tube-baby-dalam-hukum.html, untuk kepentingan diskusi kelas pada Prodi PSIK UM Yogyakarta)
·         Submited sarimpi on 20 april 2011-10: 26 am
·         Biologi SMP kelas III(9) Yusa.kurikulum 2oo4.







DAFTAR ISI.

BAB I. Pendahuluan ..................................................................................................    1
            Pengertian In Vitro atau Bayi Tabung ............................................................    2
            Langkah-Langkah Proses Bayi Tabung .........................................................   12
            Permasalahan Hukum Bayi Tabung ...............................................................   15
BAB II. Pengertian Kloning .......................................................................................   31
            Proses Kloning Domba Doli ...........................................................................   32
            Perbedaan Kloning Dengan Bayi Tabung .......................................................   35
            Proses Kloning Pada Manusia .........................................................................   39
            Kloning dalam Hukum Islam ..........................................................................   40
            Kloning dalam Hukum Kristen .......................................................................   45
BAB III. Etika Teknologi Mutakhir Reprodusi Manusia............................................   47
            Etika Fentilisasi In Vitro..................................................................................   47
            Etika dalam Teknolgi Kloning..........................................................................   51
            Etika Surrogate Mother ...................................................................................   58
KASIMPULAN ..........................................................................................................   65
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................  66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar